Pemerintah Filipina akan mengevakuasi sekitar 11.000 warga negaranya dari Lebanon begitu pasukan Israel melintasi perbatasan untuk melancarkan serangan darat terhadap kelompok Hizbullah.
Bombardir Israel terhadap basis-basis Hizbullah di Lebanon telah menewaskan ratusan orang minggu ini, sementara kelompok bersenjata tersebut telah membalas dengan serangan roket.
Israel telah menolak seruan gencatan senjata 21 hari yang didukung Amerika Serikat dan sekutu. Kepala militer Israel telah memberi tahu para prajurit untuk bersiap menghadapi kemungkinan invasi ke Lebanon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Invasi darat akan menyebabkan pemulangan wajib," kata Wakil Menteri Luar Negeri Filipina Eduardo de Vega pada konferensi pers di Manila, ibu kota Filipina, dilansir kantor berita AFP, Jumat (27/9/2024).
Dia menambahkan bahwa rencananya adalah untuk memindahkan ribuan orang keluar dari negara itu melalui laut. Dia tidak memberikan rincian lainnya.
Manila sebelumnya telah mendesak warga Filipina untuk meninggalkan Lebanon sebelum maskapai penerbangan berhenti terbang ke Beirut, ibu kota Lebanon. Namun, sebagian besar warga Filipina tidak mengindahkan seruan tersebut, kata para diplomat Filipina.
Jutaan warga Filipina bekerja di luar negeri -- dengan sebagian besar terkonsentrasi di Timur Tengah -- karena terbatasnya kesempatan kerja di negara asal mereka. Sekitar 90 persen dari mereka yang bekerja di Lebanon adalah pekerja rumah tangga migran perempuan.
"Bagi sebagian dari mereka, terbunuh dalam perang lebih baik daripada mati kelaparan," kata de Vega, seraya menambahkan sejauh ini tidak ada korban jiwa dari warga Filipina akibat serangan udara Israel terhadap Hizbullah.
Duta Besar Filipina untuk Beirut Raymond Balatbat mengatakan 196 warga Filipina telah meninggalkan Lebanon selatan, tempat operasi Israel terkonsentrasi.
Sebagian besar warga Filipina yang bekerja di negara itu bermukim di Lebanon tengah di sekitar Beirut, tambahnya.