Situasi di Timur Tengah semakin memanas setelah Israel dan Hizbullah di Lebanon semakin sering terlibat saling serang menggunakan rudal. Terbaru, Hizbullah menyatakan mereka telah menembakkan rudal ke markas besar mata-mata Israel, Mossad.
Dilansir AFP, Rabu (25/9/2024), Hizbullah mengatakan mereka telah menembakkan rudal balistik yang menargetkan markas Mossad di dekat Tel Aviv. Hizbullah mengklaim serangan baru-baru ini terhadap mereka telah direncanakan dari markas Mossad.
Ini merupakan pertama kalinya Hizbullah mengklaim serangan rudal balistik sejak dimulainya pertempuran dengan Israel. Pertempuran tersebut dimulai setelah kelompok Hamas melakukan serangan ke Israel pada tanggal 7 Oktober 2023. Serangan Hamas itu kemudian dijadikan Israel alasan melakukan serangan habis-habisan di Gaza yang menyebabkan 40 ribu warga Palestina tewas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlawanan Islam meluncurkan rudal balistik 'Qader 1' pada pukul 06.30 pagi (03.30 GMT) pada hari Rabu, 25-9-2024, yang menargetkan markas besar Mossad di pinggiran Tel Aviv," kata Hizbullah dalam sebuah pernyataan.
"Markas besar ini bertanggung jawab atas pembunuhan para pemimpin dan ledakan pager dan perangkat nirkabel," tambah Hizbullah mengacu pada serangan minggu lalu yang menewaskan banyak orang di Lebanon termasuk seorang komandan tinggi.
Hizbullah juga mengklaim serangan itu untuk mendukung rakyat Gaza dan 'membela Lebanon dan rakyatnya'. Hizbullah dan Israel telah terlibat dalam pertempuran lintas batas hampir setiap hari sejak 7 Oktober 2023.
Kini, kekuatan Israel telah mulai bergeser tajam dari Gaza ke Lebanon dalam beberapa hari terakhir. Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan serangan Israel telah menewaskan sedikitnya 558 orang pada hari Senin (23/9). Ini merupakan hari kekerasan paling mematikan di Lebanon sejak perang saudara 1975-1990.
Israel Tembak Jatuh Rudal Hizbullah
Militer Israel juga mengakui ada rudal Hizbullah yang disebut 'pertama kalinya' mencapai ibu kota Israel, Tel Aviv, pada Rabu (25/9). Israel mengklaim rudal itu ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara mereka atau iron dome.
"Ini pertama kalinya sebuah rudal Hizbullah mencapai wilayah Tel Aviv," ucap seorang juru bicara militer Israel seperti dilansir AFP.
"Rudal itu dicegat oleh IDF (Angkatan Bersenjata Israel)," sebutnya.
Juru bicara militer Israel lainnya, Letnan Kolonel Nadav Shoshani, menyebut rudal jenis darat-ke-darat yang mencapai Tel Aviv itu merupakan 'eskalasi' dari pihak Hizbullah. Israel menuding Hizbullah memicu situasi memanas.
"Hizbullah jelas-jelas berupaya memicu eskalasi situasi, ini hanya sebagian saja," ujar Shoshani dalam pernyataannya.
"Mereka berusaha meneror lebih banyak orang," cetusnya, merujuk pada kelompok Hizbullah yang bermarkas di Lebanon.
Militer Israel, dalam pernyataannya, juga mengatakan pasukannya telah melancarkan serangan balasan terhadap posisi peluncur yang menembakkan rudal tersebut. Mereka menyebut rudal itu diluncurkan dari area Nafakhiyeh yang terletak di Lebanon bagian selatan.
Pesawat-pesawat tempur Israel juga diklaim telah melancarkan serangkaian serangan pada malam hari terhadap target-target Hizbullah di Lebanon.
"Sebagai bagian dari serangan tersebut, IAF (Angkatan Udara Israel-red) menyerang teroris yang beroperasi di dalam infrastruktur teroris, fasilitas penyimpanan senjata, peluncur dan target tambahan teroris Hizbullah," demikian pernyataan militer Israel.
Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Danny Danon, mengklaim negaranya tidak ingin melancarkan invasi darat ke Lebanon. Amerika Serikat (AS), sekutu terdekat Israel, juga menegaskan penolakan terhadap invasi darat yang mungkin dilancarkan Israel ke Lebanon.
"Kami memiliki pengalaman di Lebanon di masa lalu. Kami tidak ingin memulai invasi darat di mana pun," ucap Danon ketika serangan udara Israel terhadap Lebanon semakin intensif.
"Kami tidak ingin mengirimkan prajurit kami untuk berperang di negara asing, namun kami bertekad untuk melindungi warga sipil Israel," sambung Danon saat berbicara di markas PBB, seperti dilansir AFP, Rabu (25/9).
Dia mengklaim Israel memilih solusi diplomatik. Namun, katanya, Israel akan menggunakan cara lain untuk menyelesaikan masalah agar terlihat serius.
"Kami lebih memilih solusi diplomatik. Jika tidak berhasil, kami menggunakan metode-metode lainnya untuk menunjukkan kepada pihak lainnya bahwa kami serius," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Simak Video: Video Detik-detik Rudal Israel Hantam Jiyeh Lebanon
Pemimpin Dunia Khawatir Kondisi Israel Vs Lebanon
Presiden AS Joe Biden mendesak para pemimpin dunia untuk mencegah 'perang skala penuh' di Lebanon. Biden mengatakan perang skala penuh di Lebanon tidak menjadi kepentingan siapapun.
Dilansir AFP dan Al Arabiya, Biden menyampaikan seruan itu saat berpidato di hadapan Majelis Umum PBB yang sedang menggelar pertemuan puncak di New York, AS, pada Selasa (24/9).
"Perang skala penuh tidak menjadi kepentingan siapa pun. Meskipun situasinya meningkat, solusi diplomatik masih mungkin dilakukan," ucap Biden dalam pidato yang menjadi pidato perpisahan kepada Majelis Umum PBB sebelum dia mengakhiri masa jabatan sebagai Presiden AS.
"Faktanya (itu) tetap menjadi satu-satunya jalan menuju keamanan abadi yang memungkinkan penduduk dari kedua negara kembali ke rumah-rumah mereka di perbatasan dengan aman," cetusnya.
Biden juga mendorong gencatan senjata yang sulit dicapai antara Israel dan Hamas. Dia mengatakan kepada badan global tersebut bahwa sudah waktunya untuk 'mengakhiri perang ini'.
Prancis, salah satu negara anggota Dewan Keamanan PBB, menyerukan digelarnya pertemuan darurat membahas krisis di Lebanon. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, secara terpisah, juga memperingatkan situasi di Lebanon berada di ambang kehancuran.
"Kita semua harus waspada dengan eskalasi ini. Lebanon berada di tepi jurang," ujar Guterres.
Dia memperingatkan 'kemungkinan Lebanon berubah menjadi Gaza lainnya'. Dia mengatakan situasi di Gaza saat ini sudah bagaikan 'mimpi buruk yang tiada henti'.
Diplomat utama Uni Eropa, Josep Borrell, juga memperingatkan bahwa 'kita hampir berada dalam perang besar-besaran'. Sementara, Presiden Iran Masoud Pezeshkian, yang mendukung Hizbullah, mengutuk kelambanan PBB terhadap Israel yang 'tidak masuk akal dan tidak bisa dipahami'.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengutuk keras serangan Israel ke Lebanon. Jokowi meminta seluruh negara dan PBB mengambil respons cepat atas serangan tersebut agar tidak menimbulkan banyak korban.
"Ya, Indonesia mengutuk keras serangan Israel ke Lebanon dan kita mengajak semua negara dan PBB untuk memberikan respons yang cepat, agar tidak semakin banyak korban lagi yang terjadi atas serangan-serangan Israel," kata Jokowi di Nusantara, Kalimantan Timur.
Jokowi juga telah memerintahkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk memberikan perlindungan bagi warga negara Indonesia di Lebanon, termasuk upaya evakuasi bagi para WNI.
"Saya sudah telepon ke Bu Menlu, itu juga dalam proses," kata Jokowi.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga menyatakan dukungan terhadap Lebanon. Dia mengecam PBB yang lambat dalam menangani situasi di Timur Tengah.
"Tidak hanya anak-anak tetapi juga sistem PBB sedang sekarat di Gaza," kata Erdogan saat berpidato di hadapan Majelis Umum PBB.
"Sebenarnya, nilai-nilai yang diklaim Barat untuk dipertahankan kini sedang sekarat. Saya bertanya secara terbuka: Hei organisasi hak asasi manusia, bukankah mereka yang berada di Gaza dan Tepi Barat adalah manusia?" ucapnya.
Erdogan mengkritik keras Dewan Keamanan PBB yang gagal memerintahkan penghentian pertempuran di Gaza. Dia berulang kali mengatakan 'dunia lebih besar dari lima' -- yang merujuk pada lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto.
"Dewan Keamanan PBB, tunggu apa lagi untuk mencegah genosida di Gaza dan mengatakan 'hentikan' kekejaman ini, kebiadaban ini?" tanya Erdogan.
Selain itu, Inggris telah memerintahkan warganya di Lebanon untuk segera keluar dari negara itu. Inggris meminta warga mereka secepatnya pergi dari Lebanon.