Intelijen Amerika Serikat (AS) mengatakan mendapat informasi bahwa Iran berencana untuk membunuh calon presiden AS, Donald Trump. Namun, tuduhan tersebut langsung dibantah oleh Iran.
Dilansir AFP, Rabu (17/7/2024), CNN melaporkan bahwa pihak berwenang AS menerima informasi intelijen dari "sumber" mengenai rencana Teheran yang menargetkan mantan presiden tersebut. Informasi itu membuat perlindungan terhadap Trump ditingkatkan.
Sementara itu, Dewan Keamanan Nasional AS mengatakan pihaknya telah "melacak ancaman Iran terhadap mantan pejabat pemerintahan Trump selama bertahun-tahun" ketika Teheran berusaha membalas dendam atas pembunuhan komandan Garda Revolusi Qasem Soleimani pada tahun 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menganggap ini masalah keamanan nasional dan dalam negeri sebagai prioritas tertinggi," kata juru bicara Adrienne Watson dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: 5 Berita Terpopuler Internasional Hari Ini |
Lebih lanjut, juru bicara Top Secret Service Anthony Guglielmi mengatakan mereka dan badan-badan lain "terus-menerus menerima informasi potensi ancaman baru dan mengambil tindakan untuk menyesuaikan sumber daya sesuai kebutuhan."
"Kami tidak dapat mengomentari ancaman spesifik apa pun selain mengatakan bahwa secret service menanggapi ancaman dengan serius dan meresponsnya dengan tepat," tambah Guglielmi dalam sebuah pernyataan.
Laporan ini muncul ketika secret service menghadapi pengawasan ketat atas penembakan Butler, dengan pertanyaan tentang bagaimana seorang pria bersenjata bisa melepaskan tembakan ke arah Trump dari atap yang terbuka sekitar 150 meter jauhnya.
Presiden AS Joe Biden juga telah memerintahkan peninjauan independen terhadap penanganan insiden tersebut oleh badan tersebut.
Baca juga: Trump Dukung TikTok untuk Persaingan |
Tidak Terkait Peristiwa Penembakan
Informasi intelijen itu tidak ada hubungannya dengan penembakan pada kampanye di Butler, Pennsylvania, pada 13 Juli lalu ketika seorang pria bersenjata bernama Thoams Matthew Crooks melepaskan tembakan ke arah Trump yang sedang berdiri di podium dan berbicara kepada para pendukungnya.
Tembakan itu membuat Trump, yang pekan ini resmi menjadi capres Partai Republik, mengalami luka-luka pada telinga bagian kirinya. Satu orang yang menghadiri kampanye Trump itu tewas seketika di lokasi kejadian, dengan beberapa orang lainnya mengalami luka-luka.
Simak juga Video 'Pendukung Trump Tetap Tolak Pembatasan Senpi Walau Junjungannya Kena Tembak':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Iran Membantah
Pemerintah Iran membantah keras laporan intelijen AS yang menyebut pihaknya berencana membunuh mantan Presiden Donald Trump, untuk membalas kematian jenderal top mereka. Teheran menyebut laporan semacam itu sebagai "tuduhan tidak berdasar dan jahat".
Seperti dilansir Press TV dan Reuters, Rabu (17/7/2024), bantahan itu disampaikan oleh misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah laporan media-media AS, terutama CNN, menyebut Washington menerima informasi intelijen dalam beberapa pekan terakhir soal rencana Teheran membunuh Trump.
"Tuduhan ini tidak berdasar dan jahat," tegas Misi Tetap Republik Islam Iran untuk PBB dalam tanggapan atas laporan media tersebut.
Misi Iran untuk PBB dalam pernyataannya menjelaskan bahwa Teheran menganggap Trump sebagai "penjahat yang harus diadili" terkait pembunuhan komandan Garda Revolusi Iran Qasem Soleimani tahun 2020 lalu.
"Dari sudut pandang Republik Islam Iran, Trump adalah seorang penjahat yang harus diadili dan dihukum di pengadilan karena memerintahkan pembunuhan Jenderal Soleimani. Iran telah memilih jalur hukum untuk membawanya ke pengadilan," tegas Misi Iran untuk PBB dalam pernyataannya.
Bantahan juga disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani, yang dalam pernyataan terpisah menegaskan tekad Teheran untuk mengadili Trump secara hukum atas kematian Soleimani.
Kanani dalam pernyataannya mengatakan bahwa Iran "dengan tegas menolak tuduhan keterlibatan dalam serangan bersenjata baru-baru ini terhadap Trump". Dia juga membantah klaim yang menuduh Teheran menyembunyikan niat untuk melakukan tindakan semacam itu terhadap sang mantan Presiden AS tersebut.
Menurut Kanani, Iran menganggap klaim semacam itu sebagai "produk dari tujuan dan niat politik yang jahat."
Lebih lanjut, Kanani menegaskan bahwa Teheran tetap "bertekad untuk menuntut Trump atas peran langsungnya dalam pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani".
Mending Soleimani yang menjabat sebagai komandan Pasukan Quds pada Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), bertugas memimpin dan mengawasi operasi militer Iran di luar negeri. Pada 3 Januari 2020, Soleimani bersama seorang komandan milisi Irak dan beberapa pengawal tewas akibat serangan drone AS di dekat Bandara Internasional Baghdad, yang diperintahkan oleh Trump.
Simak juga Video 'Pendukung Trump Tetap Tolak Pembatasan Senpi Walau Junjungannya Kena Tembak':