Sedikitnya 60 mayat ditemukan tertimbun reruntuhan bangunan yang hancur di area distrik Shujaiya, Gaza City, Jalur Gaza. Temuan mayat itu didapat setelah militer Israel mengumumkan pasukannya telah menuntaskan operasi militer di Shujaiya usai pertempuran sengit selama dua pekan.
Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (12/7/2024), meningkatnya pertempuran, pengeboman dan pemindahan paksa di distrik Shujaiya, Gaza City, terjadi ketika perundingan kembali digelar oleh para mediator di Qatar menuju kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Militer Israel mengumumkan pada Rabu (10/7) bahwa pasukannya telah menuntaskan operasi di Shujaiya. Diklaim Tel Aviv bahwa operasinya itu telah menghancurkan "delapan terowongan" dan "menyingkirkan puluhan teroris, menghancurkan kompleks tempur dan bangunan-bangunan yang dipasangi ranjau".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan pertahanan sipil Gaza, dalam pernyataan pada Kamis (11/7) waktu setempat, melaporkan bahwa sekitar 60 jenazah ditemukan di bawah reruntuhan bangunan yang hancur di area Shujaiya, yang sempat menjadi lokasi pertempuran paling sengit di Gaza City dalam beberapa bulan terakhir.
Kelompok Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, secara terpisah menyebut operasi militer Israel di Shujaiya telah menyebabkan "lebih dari 300 unit rumah dan lebih dari 100 tempat bisnis hancur".
Salah satu warga Shujaiya, Mohammed Nairi, menuturkan bahwa dirinya dan beberapa orang lainnya yang kembali ke distrik tersebut telah menyaksikan "kehancuran besar yang tidak bisa digambarkan".
"Semua rumah dihancurkan," tuturnya.
Lihat Video 'Warga Gaza Temukan 60 Mayat dari Reruntuhan Setelah Israel Gempur Shejaiya':
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Sebelumnya, juru bicara otoritas pertahanan sipil Gaza, Mahmoud Bassal, melaporkan adanya kerusakan parah pada "infrastruktur dan area permukiman" di Shujaiya, yang kini dilaporkan menjadi "kota hantu".
"Kami menyampaikan kepada dunia untuk kesekian kalinya bahwa kenyataan di Jalur Gaza sungguh tragis dan harus ada tindakan dari institusi internasional dan hak asasi manusia," sebut Bassal dalam pernyataannya.
Perang yang berkecamuk di Jalur Gaza memasuki bulan ke-10 pada Minggu (7/7) waktu setempat. Perang ini meletus setelah Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap Israel bagian selatan pada 7 Oktober tahun lalu, yang dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang, yang sebagian besar warga sipil.
Lebih dari 250 orang, termasuk warga negara asing, juga disandera Hamas di Jalur Gaza. Dengan puluhan sandera dibebaskan selama kesepakatan gencatan senjata singkat pada November tahun lalu, saat ini diyakini masih ada sekitar 116 sandera yang ditahan di Jalur Gaza, termasuk 42 orang yang diduga sudah tewas.
Israel membalas serangan Hamas dengan gempuran tanpa henti terhadap Jalur Gaza, yang menurut laporan otoritas kesehatan Gaza, telah menewaskan sedikitnya 38.345 orang, kebanyakan warga sipil.
Sementara itu, usai Israel mengumumkan misinya di Shujaiya telah dituntaskan, pengeboman dan pertempuran terus mengguncang area-area lainnya di Gaza City, yang merupakan kota terbesar di Jalur Gaza. Sejumlah saksi mata melaporkan tank-tank dan tentara-tentara Israel bergerak ke area lainnya di kota tersebut.
Seorang koresponden AFP melaporkan bahwa serangan udara melanda area Sabra, sedangkan militan lokal terlibat bentrokan sengit dengan pasukan Israel di area Tel al-Hawa.
Kelompok Hamas melaporkan sedikitnya 45 serangan udara menghujani area Gaza City dan Rafah, yang disebut oleh Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu sebagai lokasi di mana fase intens perang mendekati akhir.
Simak Video 'Warga Gaza Temukan 60 Mayat dari Reruntuhan Setelah Israel Gempur Shejaiya':