Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bahwa pemindahan paksa warga Gaza dari kota Rafah sama saja merupakan "kejahatan perang".
Seperti dilansir AFP, Senin (25/3/2024), peringatan itu disampaikan Macron saat berbicara via telepon dengan Netanyahu pada Minggu (24/3) waktu setempat.
Netanyahu mengabaikan peringatan global dan bersikeras menyatakan pasukan Israel akan melancarkan serangan darat ke Rafah untuk memusnahkan batalion Hamas yang ada di kota paling selatan di Jalur Gaza tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencana Netanyahu menuai kritikan mengingat sekitar 1,5 juta juta orang kini berlindung di Rafah usai mengungsi dari perang di wilayah lainnya di Jalur Gaza. Dalam pernyataan beberapa waktu lalu, Netanyahu menyatakan warga sipil yang berada di Rafah sudah pergi sebelum pasukannya menyerang Rafah.
Macron, dalam percakapan telepon dengan Netanyahu pada Minggu (24/3) waktu setempat, memperingatkan bahwa setiap pemindahan paksa terhadap warga kota Rafah akan menjadi "kejahatan perang".
Dalam percakapan telepon itu, Macron juga "mengecam keras" pengumuman Israel pada Jumat (22/3) lalu soal penyitaan sekitar 800 hektare lahan di wilayah Tepi Barat untuk pembangunan permukiman Yahudi yang baru.
Para aktivis menyebut pernyataan Israel soal tanah di Lembah Yordan bagian utara sekarang merupakan "tanah negara" adalah penyitaan terbesar dalam beberapa dekade terakhir.
Macron, dalam percakapan telepon dengan Netanyahu, juga menegaskan kembali sikapnya menentang operasi militer Israel untuk melawan Hamas di Rafah.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Kepada Netanyahu, Macron memberitahukan niatnya untuk membawa rancangan resolusi yang isinya menyerukan "gencatan senjata segera dan bertahan lama" kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dia juga mendesak Israel untuk segera membuka seluruh titik perlintasan perbatasan ke Jalur Gaza.
Macron juga melakukan pembicaraan via telepon dengan Raja Yordania Abdullah II, di mana keduanya membahas "situasi kemanusiaan yang tidak bisa dibenarkan ke Gaza". Menurut kantor kepresidenan Prancis, Elysee Palace, Macron dan Raja Abdullah II juga menyepakati bahwa tindakan memaksa warga sipil ke dalam risiko kelaparan adalah hal yang "tidak bisa dibenarkan".
Keduanya juga menyepakati soal perlunya solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina, yang "menyiratkan pembentukan negara Palestina mencakup Gaza".