Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) bakal digelar November 2024. Presiden AS saat ini Joe Biden dan Presiden AS ke-45 Donald Trump bakal bertarung lagi untuk kedua kalinya dalam Pilpres AS.
Biden dan Trump sama-sama mengamankan pencalonan presiden pada partai masing-masing untuk pemilu yang dijadwalkan pada 5 November 2024. Hal ini akan menghadirkan Biden versus Trump jilid kedua di Pilpres AS.
Trump kalah dari Biden dalam pilpres AS tahun 2020. Kekalahan Trump diwarnai penyerbuan Gedung Capitol AS oleh pendukung Trump yang menolak hasil pemilu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir Reuters, Rabu (13/3/2024), Biden membutuhkan sedikitnya 1.968 delegate untuk bisa memenangkan pencalonan presiden Partai Demokrat. Menurut Edison Research, Biden telah melampaui jumlah itu pada Selasa (12/3) malam waktu setempat, ketika hasil pemilu pendahuluan di negara bagian Georgia dirilis.
Hasil Pemilu pendahuluan lainnya untuk negara bagian Mississippi, Washington, Northern Mariana Islands dan para pemilih Partai Demokrat yang tinggal di luar negeri juga mulai dirilis.
Biden, yang saat ini berusia 81 tahun, merilis pernyataan setelah memastikan diri sebagai capres Partai Demokrat. Dalam pernyataannya, dia mengkritik apa yang disebutnya sebagai 'kampanye kebencian, balas dendam, dan pembalasan yang mengancam gagasan Amerika' oleh Trump.
"Para pemilih sekarang memiliki pilihan untuk menentukan masa depan negara ini. Apakah kita akan berdiri dan membela demokrasi kita, atau membiarkan orang lain meruntuhkannya? Akankah kita memulihkan hak untuk memilih dan melindungi kebebasan kita, atau membiarkan ekstremis merampasnya?" tanya Biden.
Beberapa jam kemudian, Trump juga berhasil mendapatkan 1.215 delegate yang diperlukan untuk mengamankan pencalonan presiden dari Partai Republik. Hasil itu didapatkan setelah empat negara bagian AS menggelar pemilu pendahuluan, termasuk Georgia di mana Trump menghadapi tuntutan pidana atas upaya membatalkan hasil pemilu tahun 2020.
Terdapat 161 delegate yang diperebutkan dalam pemilu pendahuluan di Georgia, Hawaii, Mississippi dan Washington pada Selasa (12/3) waktu setempat.
Trump juga merilis pesan video via media sosial, yang isinya menyatakan tidak ada waktu untuk merayakan dan menyerukan fokus untuk mengalahkan Biden. Dia menyebut Biden sebagai presiden 'terburuk' dalam sejarah AS.
"Kita akan mengulanginya, sayang. Kita akan menutup perbatasan kita. Kita akan melakukan hal-hal yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun sebelumnya. Dan kita akan membuat perekonomian negara kita menjadi yang terbaik yang pernah ada di dunia," klaim Trump dalam pesan untuk para pendukungnya.
Pertarungan ulang antara Biden dan Trump ini akan menjadi rematch yang pertama selama hampir 70 tahun terakhir dalam pilpres AS. Pertarungan ulang antara kedua capres yang sama terjadi tahun 1956. Saat itu, Presiden Dwight Eisenhower dari Partai Republik mengalahkan mantan Gubernur Illinois, Adlai Stevenson, dari Partai Demokrat, untuk kedua kalinya.
Trump dan Biden berulang kali beradu argumen hingga melontarkan ejekan. Baru-baru ini misalnya, Trump menantang Biden untuk debat di mana dan kapan pun.
Trump diketahui menolak untuk hadir dalam debat kandidat Partai Republik dengan para pesaingnya. Dia menganggap tak ada keuntungan yang didapat jika berada sepanggung dengan para pesaingnya yang memiliki jajak pendapat lebih rendah.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Namun, Trump menantang Biden untuk berdebat. Dia mengajak Biden berdebat tentang isu-isu penting bagi AS.
"Demi kebaikan negara kita, penting bagi saya dan Joe Biden untuk memperdebatkan isu-isu yang sangat penting bagi Amerika, dan Rakyat Amerika," kata Trump dilansir AFP, Kamis (7/3).
"Saya menyerukan Debat, 'kapan saja, di mana saja, di mana saja!" imbuh pria 77 tahun ini.
Biden juga melontarkan sindiran terhadap Trump. Dia menuduh Trump tunduk kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Putin dari Rusia sedang bergerak, menginvasi Ukraina dan menebar kekacauan di seluruh Eropa dan sekitarnya. Jika ada orang di ruangan ini yang berpikir Putin akan berhenti di Ukraina, saya memastikan kepada Anda bahwa dia tidak akan berhenti," ucap Biden dalam pidatonya di House Chamber di Gedung Capitol, Washington DC, seperti dilansir AFP, Jumat (8/3).
Biden kemudian melontarkan kritikan terhadap Trump, namun tanpa menyebut langsung namanya. Dia membandingkannya dengan mantan Presiden AS Ronald Reagan yang juga dari Partai Republik.
"Belum lama ini, seorang Presiden dari Partai Republik bernama Ronald Reagan berseru, 'Pak Gorbachev, robohkan tembok ini'," ujarnya merujuk pada pidato ternama Reagan di Berlin tahun 1987 silam pada hari-hari terakhir Perang Dingin.
"Pendahulu saya, seorang mantan Presiden dari Partai Republik, mengatakan kepada Putin, 'Lakukan apa pun yang Anda inginkan'. Itu adalah sebuah kutipan. Saya pikir ini keterlaluan, berbahaya dan tidak bisa diterima," tegas Biden dalam pidatonya merujuk pada Trump.
"Pesan saya kepada Presiden Putin, yang sudah saya kenal sejak lama, adalah sederhana -- Kami tidak akan pergi begitu saja. Saya tidak akan tunduk. Dalam arti harfiah, sejarah sedang menyaksikan," tegas Biden.