Geng Bersenjata di Haiti Kian Menjadi-jadi

Geng Bersenjata di Haiti Kian Menjadi-jadi

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 06 Mar 2024 06:02 WIB
Kekerasan di Haiti: Geng bersenjata ancam ambil alih Haiti setelah pembobolan penjara massal, pemerintah umumkan keadaan darurat
Foto: BBC World
Jakarta -

Geng bersenjata di Haiti kian menjadi-jadi menyerbu penjara di Port-au-Prince. Kelompok yang ingin menggulingkan pemerintahan itu telah menguasai sebagian besar wilayah Port-au-Prince.

Dilansir BBC, Pemerintah Haiti mengumumkan keadaan darurat 72 jam pada Minggu (3/3). Kondisi itu terjadi usai geng bersenjata menyerbu penjara di Port-au-Prince. Sekitar 12 orang tewas, dan sekitar 3.700 narapidana melarikan diri dalam pembobolan itu.

Para pemimpin geng bersenjata mengatakan mereka ingin memaksa Perdana Menteri (PM) Ariel Henry yang sedang melakukan perjalanan ke luar negeri mengundurkan diri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah Haiti menyatakan dua penjara, satu di ibu kota dan lainnya di dekat Croix des Bouquets, diserbu pada akhir pekan silam.

Pemerintah menyebut bahwa aksi "pembangkangan" merupakan ancaman terhadap keamanan nasional dan menyatakan bahwa pihaknya segera memberlakukan jam malam, yang dimulai pada Minggu (03/03) pukul 20:00 waktu setempat.

ADVERTISEMENT

Sebelum menyerang penjara, geng bersenjata menyerang kantor polisi. Tindakan itu berhasil mengalihkan fokus pihak berwenang.

Di antara mereka yang ditahan di penjara Port-au-Prince adalah anggota geng yang didakwa karena keterlibatannya dalam pembunuhan Presiden Jovenel Mose pada 2021 silam.

Kronologi Kerusuhan di Haiti

Kerusuhan kali ini ini bermula pada Kamis (29/2) lalu. Saat itu, perdana menteri melakukan perjalanan ke Nairobi untuk membahas pengiriman pasukan keamanan multinasional pimpinan Kenya ke Haiti.

Pemimpin geng Jimmy Cherizier dijuluki "Barbekyu" mengumumkan serangan terkoordinasi untuk menyingkirkan sang perdana menteri.

"Kita semua, kelompok bersenjata di kota-kota provinsi dan kelompok bersenjata di ibu kota, bersatu," kata mantan petugas polisi, yang diduga berada di balik beberapa pembantaian di Port-au-Prince.

Persatuan polisi Haiti telah meminta militer untuk membantu memperkuat keamanan penjara utama di ibu kota tersebut, namun kompleks tersebut diserbu pada Sabtu (02/03) malam.

Pada Minggu (03/03), pintu penjara masih terbuka dan tidak ada tanda-tanda petugas, kantor berita Reuters melaporkan. Sel-sel penjara kosong setelah pembobolan penjara akhir pekan yang menyebabkan ribuan narapidana melarikan diri.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Simak Video: Ngeri! Baku Tembak Geng Kriminal-Militer di Bandara Haiti, Warga Kabur

[Gambas:Video 20detik]




Seorang jurnalis kantor berita AFP yang mengunjungi penjara tersebut melihat ada sekitar 10 mayat, beberapa di antaranya memiliki tanda-tanda luka akibat peluru.

Seorang pekerja sukarelawan di penjara mengatakan 99 tahanan termasuk mantan tentara Kolombia yang dipenjara karena pembunuhan Presiden Mose memilih untuk tetap berada di sel mereka karena takut terbunuh dalam baku tembak.

Kedutaan Besar AS di Port-au-Prince pada Minggu (03/03) mendesak warganya untuk meninggalkan Haiti "sesegera mungkin". Sementara Kedutaan Besar Prancis mengatakan pihaknya menutup layanan visa sebagai "tindakan pencegahan".

Meskipun Haiti telah dikuasai oleh geng selama bertahun-tahun, kekerasan semakin meningkat sejak pembunuhan Presiden Mose di rumahnya pada tahun 2021.

Pada Senin (4/3), pihak berwenang Kenya mengatakan perdana menteri telah kembali ke Haiti.

Berbicara kepada program BBC Newsday, Claude Joseph yang menjabat sebagai penjabat perdana menteri ketika Presiden Mose dibunuh dan sekarang menjadi ketua partai oposisi mengatakan Haiti sedang mengalami "mimpi buruk".

Joseph mengatakan Perdana Menteri Henry ingin "tetap memegang kekuasaan selama mungkin".

"Dia setuju untuk mundur pada tanggal 7 Februari. Kini dia memutuskan untuk tetap menjabat, terlepas dari kenyataan bahwa ada protes besar-besaran di seluruh negeri yang meminta dia untuk mundur namun sangat disayangkan bahwa sekarang para penjahat tersebut menggunakan cara-cara kekerasan untuk memaksanya mundur."

Selanjutnya: 7 WNI masih bertahan.

7 WNI Masih Bertahan

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Havana, Kuba, mengatakan ada tujuh Warga Negara Indonesia (WNI) yang bertahan. KBRI mengimbau mereka untuk tidak keluar rumah.

"KBRI Havana yang membawahi negara Haiti mengimbau 7 WNI yang bekerja sebagai spa terapis untuk waspada dan tidak keluar rumah akibat kondisi politik dan keamanan di ibu kota Haiti, Port au Prince, yang terus memanas sejak awal Februari 2024 akibat janji PM Ariel Henry untuk melaksanakan pemilu pada tanggal tersebut tidak dilaksanakan dengan alasan situasi keamanan di Haiti yang belum kondusif," tulis KBRI Havana, siaran pers yang diterima detikcom pada Selasa (5/3/2024).

Pada 28 Februari lalu, saat Perdana Menteri Haiti, Ariel Henry, berada di Kenya, geng kriminal menyerang Penjara Nasional Port au Prince. Peristiwa itu mengakibatkan 12 orang tewas dan 4.000 narapidana kabur dari penjara, padahal sebagian dari napi itu adalah anggota geng berbahaya.

"Saat ini geng kriminal bersenjata telah menguasai 80% wilayah Ibu Kota Port au Prince," kata Duta Besar RI di Havana, Nana Yuliana.

Halaman 4 dari 3
(aik/fas)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads