Arab Saudi menyesalkan veto yang digunakan Amerika Serikat (AS) untuk menggagalkan resolusi terbaru Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera di Jalur Gaza, menjelang rencana serangan darat Israel terhadap Rafah.
Seperti dilansir Al Arabiya, Rabu (21/2/2024), Washington memveto draf resolusi yang diajukan Aljazair ke Dewan Keamanan PBB dalam voting pada Selasa (20/2) waktu setempat. Resolusi itu menyerukan "gencatan senjata kemanusiaan segera yang harus dihormati oleh semua pihak" dalam perang antara Israel dan Hamas.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menjelaskan bahwa negaranya menggunakan hak veto karena khawatir resolusi itu membahayakan perundingan yang berlangsung antara AS, Mesir, dan Qatar juga Israel yang berupaya mewujudkan jeda pertempuran dan pembebasan sandera oleh Hamas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Washington justru mengajukan resolusi alternatif yang mendorong 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB untuk menyerukan gencatan senjata sementara, yang didasarkan pada formula pembebasan para sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza.
Veto AS itu menuai kritikan dari sejumlah negara, termasuk Saudi yang menyatakan pihaknya menyesalkan sikap Washington menggunakan vetonya.
"Saat ini ada kebutuhan yang lebih besar untuk mereformasi Dewan Keamanan (PBB) agar melaksanakan tanggung jawabnya dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional dengan kredibilitas dan tanpa standar ganda," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi.
AS, yang merupakan sekutu Israel, sebelumnya memveto dua resolusi Dewan Keamanan PBB soal konflik di Jalur Gaza -- pada Oktober dan Desember tahun lalu.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Perang berkecamuk setelah Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap Israel pada 7 Oktober tahun lalu, yang menurut otoritas Tel Aviv telah menewaskan sekitar 1.200 orang dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera.
Israel melancarkan serangan tanpa henti terhadap Jalur Gaza untuk membalas Hamas, dengan laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza menyebut sedikitnya 29.000 orang tewas sejauh ini.
Tel Aviv baru-baru ini mengungkapkan rencananya untuk melancarkan serangan darat terhadap Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, yang diklaim bertujuan menghancurkan Hamas di sana. Rencana itu menuai kritikan dan kekhawatiran karena Rafah juga menjadi tempat berlindung bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina, yang menghindari gempuran Israel.
"Kerajaan memperingatkan soal memburuknya situasi kemanusiaan di Jalur Gaza dan sekitarnya," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Saudi.
Saudi juga memperingatkan terhadap peningkatan operasi militer yang dinilai akan semakin mengancam perdamaian dan keamanan.
"Eskalasi ini tidak mendukung upaya apa pun yang menyerukan dialog dan solusi damai terhadap persoalan Palestina sesuai dengan resolusi internasional yang relevan," tegas Riyadh dalam pernyataannya.