Ribuan warga Israel menggelar aksi massa di Yerusalem untuk menyerukan pembangunan kembali permukiman Yahudi di wilayah Jalur Gaza. Sejumlah menteri kabinet Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir yang kontroversial, ikut serta dalam aksi tersebut.
Seperti dilansir AFP, Senin (29/1/2024), Netanyahu telah menolak dibangunnya permukiman Yahudi di daerah kantong Palestina itu. Namun aksi massa di Yerusalem pada Minggu (28/1) menunjukkan posisi yang tadinya ditolak, telah mendapatkan momentum dalam pemerintahan Netanyahu yang beraliran radikal sayap kanan.
"Jika kita tidak menginginkan 7 Oktober lainnya, kita perlu... mengendalikan wilayah tersebut," tegas Ben-Gvir dalam pernyataannya dalam aksi massa tersebut, menyinggung serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu yang memicu perang di Jalur Gaza.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politisi penghasut itu juga mengatakan bahwa Israel harus "mendorong emigrasi sukarela" warga Palestina dari Jalur Gaza. Pernyataan ini menggemakan pernyataan masa lalu yang menuai kecaman keras dari Amerika Serikat (AS), sekutu dekat Israel, dan komunitas internasional yang lebih luas.
Beberapa orang yang mengikuti aksi massa itu membawa senjata api, sedangkan para pedagang di luar area pusat konvensi yang menjadi lokasi aksi itu menjual kaos bertuliskan "Gaza adalah bagian dari tanah Israel".
Para pembicara dalam aksi massa yang dihadiri oleh anggota partai politik yang menaungi Netanyahu dan beberapa menteri lainnya, mendesak sang PM Israel untuk mewujudkan impian kontroversial mereka.
Sejumlah pihak yang menyokong deportasi warga Palestina di Jalur Gaza, bahkan menyebut permukiman Yahudi sebagai satu-satunya cara untuk menjamin keamanan bagi warga Israel.
"Perjanjian Oslo sudah mati, rakyat Israel masih hidup," teriak massa dalam aksi tersebut, merujuk pada perjanjian penting antara Israel dan Palestina tahun 1990-an yang memberikan rakyat Palestina pemerintahan mandiri yang terbatas.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Simak Video: Israel Serang Kamp Pengungsi di Gaza, Sedikitnya 10 Orang Tewas
Aksi massa pada Minggu (28/1) waktu setempat itu, menurut pemimpin pemukim Yahudi Daniella Weiss, bertujuan untuk menekan pemerintah Israel agar "kembali ke Jalur Gaza dan segera membangun komunitas".
"Orang-orang Arab tidak akan tinggal di Gaza," tegas Weiss. "Bukan Hamas, bukan para pendukung Hamas, dan mereka yang tidak mendukung Hamas tidak akan mau tinggal," imbuhnya.
Israel merebut Jalur Gaza tahun 1967 silam, dalam perang yang juga membuat Tel Aviv merebut Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Lebih dari 400.000 warga Israel kini tinggal di permukiman Yahudi di Tepi Barat, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional, bersama dengan sekitar 3 juta warga Palestina.
Israel secara sepihak menarik pasukan militer dan para pemukim Yahudi dari Jalur Gaza tahun 2005. Hamas kemudian menguasai daerah kantong Palestina itu sejak tahun 2007, setelah pertempuran melawan Fatah yang kini menguasai Tepi Barat sebagai Otoritas Palestina.
Palestina menginginkan negara merdeka di masa depan yang mencakup Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur.
Awal Januari lalu, Netanyahu menegaskan dirinya "tidak akan berkompromi mengenai kendali keamanan penuh Israel atas wilayah di sebelah barat (Sungai) Yordan -- dan hal itu bertentangan dengan negara Palestina". Namun, Netanyahu juga menegaskan bahwa permukiman Yahudi di Jalur Gaza bukanlah target yang realistis.