Pakistan dan Iran "sepakat untuk meredakan" ketegangan setelah aksi saling melancarkan serangan udara mematikan terhadap target-target militan di wilayah masing-masing pekan ini.
Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Sabtu (20/1/2024), aksi militer yang jarang terjadi di wilayah perbatasan Baluchistan yang rawan konflik -- yang terbagi antara kedua negara -- telah memicu ketegangan regional yang sudah berkobar akibat perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
Iran melancarkan serangan rudal dan drone terhadap apa yang mereka sebut sebagai target "teroris" di wilayah Pakistan pada Selasa (16/1) malam. Islamabad membalas serangan itu dengan menargetkan target militan di dalam wilayah Iran pada Kamis (18/1) waktu setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pakistan menarik Duta Besar-nya dari Teheran sebagai bentuk protes dan menyatakan utusan diplomatik Iran -- yang sedang pulang ke negaranya -- dilarang kembali ke Islamabad.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amerika Serikat (AS) menyerukan kedua negara untuk menahan diri. Sedangkan China menawarkan diri untuk menjadi mediator.
Namun usai berbicara via telepon pada Jumat (19/1), Menteri Luar Negeri (Menlu) Pakistan Jalil Abbas Jilani dan Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian menyepakati bahwa "koordinasi yang erat dalam pemberantasan terorisme dan aspek-aspek lainnya yang menjadi perhatian bersama harus diperkuat".
"Mereka juga sepakat untuk meredakan ketegangan," demikian ringkasan percakapan kedua Menlu seperti dirilis Kementerian Luar Negeri Pakistan.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Setelah percakapan telepon itu, Amir-Abdollahian mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa: "Kerja sama kedua negara untuk menetralisir dan menghancurkan kamp-kamp teroris di Pakistan sangat penting".
Retorika yang diredam ini sesuai dengan prediksi para analis bahwa kedua negara akan berusaha meredakan konfrontasi. Baik Islamabad maupun Teheran sama-sama bersikeras bahwa mereka menyerang militan domestik mereka yang berlindung di wilayah asing.
"Hasil dari situasi terbaru ini adalah kedua negara tampak, dan secara simbolis, seimbang," sebut peneliti Institut Internasional untuk Studi Strategis, Antoine Levesques.