Sara Al-Saqqa menceritakan kisah pilunya sebagai dokter di Rumah Sakit Al-Shifa, Gaza, Palestina. Hal yang memilukan baginya adalah tidak bisa menyelamatkan banyak nyawa warga Palestina yang meninggal dunia atau luka akibat serangan Israel.
Dilansir BBC News, Selasa (12/12/2023), Sara lulus kuliah kedokteran pada Agustus 2023 lalu. Dia adalah perempuan pertama di Gaza yang menjadi dokter bedah.
Awal mula kehancuran hati Sara terjadi pada 7 Oktober ketika Hamas menyerang Israel. Sejak saat itu, serangan darat dan udara balasan Israel telah menghancurkan sebagian besar Gaza dan membunuh lebih dari 15.500 orang.
Saat itu juga, Sara dipanggil rumah sakit untuk bekerja. Di sana, matanya menyaksikan "sebuah pembantaian, dan orang-orang terluka berbondong-bondong masuk."
Sedari awal, staf rumah sakit sudah kewalahan dengan banyaknya pasien. Sebagian datang "dengan bagian tubuh terpenggal akibat pecahan peluru dan jenis-jenis luka lainnya karena terbakar intens."
Saat Israel memulai serangan udara, mereka telah mengimbau penduduk Gaza untuk melakukan evakuasi dari utara ke arah selatan supaya lebih aman. Namun, Sara memilih untuk tinggal.
"Kami bekerja terus menerus selama lebih dari 34 hari tanpa berhenti, tanpa pulang ke rumah," ujarnya.
Sara menggambarkan bagaimana keadaan terus memburuk: "Setiap pengeboman terjadi, ratusan pasien berdatangan secara bersamaan dan tidak mungkin untuk merawat mereka semua satu persatu."
Banyak orang yang mencari perlindungan di dalam dan sekitar rumah sakit. Mereka berhimpit-himpitan di setiap jengkal yang ada, memasak roti di koridor-koridor, dan tidur di lantai dan lemari-lemari.
Para orang tua berusaha mengalihkan perhatian anak-anak mereka dengan beragam permainan.
RS Krisis Alat Kesehatan
Saat itu, kata Sara, rumah sakit kesulitan mendapatkan perlengkapan dasar seperti obat-obatan dan sarung tangan steril dan Sara harus memutuskan pasien mana yang menjadi prioritas berdasarkan kesempatan bertahan hidup mereka.
"Saya merasa sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa," tuturnya.
"Saya selalu melakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuan saya dengan hampir tidak ada apa-apa untuk menyelamatkan mereka, tetapi hati ini hancur, banyak nyawa tak berdosa yang tak bisa saya selamatkan," imbuhnya.
(zap/isa)