Hancur Hati Dokter di Gaza Sebab Tak Bisa Selamatkan Banyak Nyawa

Hancur Hati Dokter di Gaza Sebab Tak Bisa Selamatkan Banyak Nyawa

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 13 Des 2023 06:52 WIB
Dr. Sara Al-Saqqa
Foto dr Sara Al-Saqqa: (al jazeera)
Jakarta -

Sara Al-Saqqa menceritakan kisah pilunya sebagai dokter di Rumah Sakit Al-Shifa, Gaza, Palestina. Hal yang memilukan baginya adalah tidak bisa menyelamatkan banyak nyawa warga Palestina yang meninggal dunia atau luka akibat serangan Israel.

Dilansir BBC News, Selasa (12/12/2023), Sara lulus kuliah kedokteran pada Agustus 2023 lalu. Dia adalah perempuan pertama di Gaza yang menjadi dokter bedah.

Awal mula kehancuran hati Sara terjadi pada 7 Oktober ketika Hamas menyerang Israel. Sejak saat itu, serangan darat dan udara balasan Israel telah menghancurkan sebagian besar Gaza dan membunuh lebih dari 15.500 orang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu juga, Sara dipanggil rumah sakit untuk bekerja. Di sana, matanya menyaksikan "sebuah pembantaian, dan orang-orang terluka berbondong-bondong masuk."

Sedari awal, staf rumah sakit sudah kewalahan dengan banyaknya pasien. Sebagian datang "dengan bagian tubuh terpenggal akibat pecahan peluru dan jenis-jenis luka lainnya karena terbakar intens."

ADVERTISEMENT

Saat Israel memulai serangan udara, mereka telah mengimbau penduduk Gaza untuk melakukan evakuasi dari utara ke arah selatan supaya lebih aman. Namun, Sara memilih untuk tinggal.

"Kami bekerja terus menerus selama lebih dari 34 hari tanpa berhenti, tanpa pulang ke rumah," ujarnya.

Sara menggambarkan bagaimana keadaan terus memburuk: "Setiap pengeboman terjadi, ratusan pasien berdatangan secara bersamaan dan tidak mungkin untuk merawat mereka semua satu persatu."

Banyak orang yang mencari perlindungan di dalam dan sekitar rumah sakit. Mereka berhimpit-himpitan di setiap jengkal yang ada, memasak roti di koridor-koridor, dan tidur di lantai dan lemari-lemari.

Para orang tua berusaha mengalihkan perhatian anak-anak mereka dengan beragam permainan.

RS Krisis Alat Kesehatan

Saat itu, kata Sara, rumah sakit kesulitan mendapatkan perlengkapan dasar seperti obat-obatan dan sarung tangan steril dan Sara harus memutuskan pasien mana yang menjadi prioritas berdasarkan kesempatan bertahan hidup mereka.

"Saya merasa sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa," tuturnya.

"Saya selalu melakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuan saya dengan hampir tidak ada apa-apa untuk menyelamatkan mereka, tetapi hati ini hancur, banyak nyawa tak berdosa yang tak bisa saya selamatkan," imbuhnya.

Membantu Ibu Melahirkan

Sara mengatakan kesedihannya berubah karena muncul sedikit rasa bahagia kala dia berhasil menyelamatkan ibu yang melahirkan setelah terperangkap di ruang operasi semalaman ketika pengeboman terjadi di luar rumah sakit.

Sara mati-matian mencoba menghubungi dokter ahli kandungan untuk membantu tetapi tak seorang pun datang.

Pada pukul 06:00, mereka tidak bisa menunggu lagi. "Saya berdoa kepada Tuhan kami untuk membantu saya dan menyelamatkan ibu dan bayinya," ucapnya.

Bayi tersebut lahir dengan tali pusar mengikat lehernya, tetapi Sara mampu melepasnya sehingga bayi perempuan itu lahir dengan selamat. Dipenuhi rasa syukur, sang ibu menamai putrinya Sara.

Salah satu hal tersulit yang Sara rasakan adalah putusnya jalur komunikasi, sehingga dia tidak mampu mengecek keadaan ibunya, keempat saudara kandungnya, dan neneknya.

Ketika sambungan telepon dan koneksi internet terputus, keluarga Sara tengah menuju Rafah di selatan dan Sara tidak tahu apakah mereka selamat atau tidak: "Saya tidak bisa berfungsi atau terus bergerak, saya tidak bisa melakukan apa-apa." Dirinya takut keluarganya menjadi korban pengeboman.

Sara bisa bernapas lega ketika mendengar keluarganya selamat. Namun, masalah tak berhenti di situ. Persediaan makanan dan minuman habis dan "dalam seminggu terakhir, tidak ada listrik kami bertahan hidup dengan keadaan minimum." Hal sekecil ditawari sepotong roti pun menjadi momen bahagia.

Saat listrik padam, Sara harus menyusuri koridor yang dipenuhi orang-orang sambil memegang obor dan melakukan tindakan operasi dengan situasi nyaris gelap dengan suara-suara bom di sekitarnya.

"Saya menggambarkan ini sebagai fase terburuk dalam hidup saya, hidup di neraka," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(zap/isa)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads