Sekitar tujuh mortir menghantam kompleks Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Baghdad, Irak, pekan ini. Washington mengecam serangan itu dan menuding milisi pro-Iran sebagai dalangnya.
Seperti dilansir Al Arabiya dan AFP, Sabtu (9/12/2023), serangan mortir terhadap kompleks Kedutaan AS di Baghdad pada Jumat (8/12) waktu setempat itu tercatat sebagai serangan terbesar dalam sejarah.
Pasukan AS di Irak dan Suriah juga diserang roket dan drone setidaknya lima kali sepanjang Jumat (8/12) waktu setempat, dengan rincian tiga serangan melanda pangkalan-pangkalan di Suriah dan dua serangan terhadap pangkalan udara Ain al-Asad di sebelah barat Baghdad.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rentetan serangan itu merupakan serangan terbanyak dalam sehari yang melanda posisi pasukan AS di kawasan tersebut sejak pertengahan Oktober lalu, ketika milisi yang bersekutu dengan Iran mulai menargetkan aset-aset AS di Irak dan Suriah karena dukungan Washington terhadap Israel dalam perang di Jalur Gaza.
Dalam serangan terbaru pada Jumat (8/12) waktu setempat, ledakan dilaporkan terdengar di dekat kompleks Kedutaan AS yang ada di pusat kota Baghdad pada pukul 04.00 waktu setempat. Sirene yang berbunyi menjadi peringatan bagi orang-orang untuk berlindung.
Para pejabat militer AS, yang enggan disebut namanya, melaporkan bahwa serangan itu memicu kerusakan ringan dan tidak ada korban luka. Ditegaskan para pejabat AS bahwa proyektil-proyektil yang ditembakkan tidak jatuh di dalam kompleks kedutaannya.
Serangan terhadap kompleks Kedutaan AS di Irak itu menjadi yang pertama dalam setahun terakhir, dan tampaknya semakin memperluas jangkauan sasaran. Puluhan pangkalan militer yang menjadi markas pasukan AS telah diserang hingga memicu kekhawatiran akan meluasnya konflik regional.
Belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun rentetan serangan sebelumnya terhadap pasukan AS diketahui didalangi oleh milisi-milisi yang didukung Iran dan beroperasi di bawah bendera Perlawanan Islam di Irak.
Dia juga menyinggung soal kelompok bersenjata yang bersekutu dengan Iran, seperti Kataib Hezbollah dan Harakat Hezbollah al Nujaba, yang baru-baru ini menyerang para personel militer AS.
"Amerika Serikat berhak untuk mengambil tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok tersebut," ucap Austin kepada Sudani dalam percakapan telepon itu, seperti dikutip dari pernyataan yang dirilis Pentagon.
AS Tuding Milisi Pro-Iran Dalangi Serangan ke Kedubesnya di Baghdad
Departemen Luar Negeri AS, dalam pernyataan terpisah menyerukan pasukan keamanan Irak untuk segera menyelidiki dan menangkap para pelaku di balik serangan tersebut. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS juga menyatakan indikasi dalang serangan itu mengarah pada milisi pro-Iran.
"Banyaknya milisi yang bersekutu dengan Iran yang beroperasi secara bebas di Irak mengancam keamanan dan stabilitas Irak, para personel kami, dan mitra kami di kawasan," ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, dalam pernyataannya.
"Indikasinya adalah serangan tersebut didalangi oleh milisi yang bersekutu dengan Iran," sebutnya.
Baca juga: Pasukannya di Irak Diserang, AS Serang Balik |
"Pemerintah Irak telah berulang kali berkomitmen untuk melindungi misi diplomatik serta para personel militer AS, yang ada di negara tersebut atas undangan Irak. Ini tidak bisa dinegosiasikan, begitu pula hak kami untuk membela diri," tegas Miller dalam pernyataannya.
Menurut seorang pejabat pertahanan AS, pasukan militer mereka di Irak dan Suriah sudah diserang sebanyak 84 kali sejak 17 Oktober lalu, ketika milisi-milisi pro-Iran mulai menargetkan aset Washington di kedua negara tersebut. Beberapa waktu lalu, AS merespons dengan melancarkan rentetan serangan yang menewaskan sedikitnya 15 militan pro-Iran di Irak dan tujuh militan lainnya di Suriah.