Tokoh populis sayap kanan dan anti-Islam, Geert Wilders, secara mengejutkan meraih kemenangan telak dalam pemilu Belanda. Namun, dia menghadapi perjuangan berat untuk membujuk rival-rivalnya dalam membentuk pemerintahan koalisi.
PVV (Partai Kebebasan) yang dipimpinnya memenangkan 37 kursi di parlemen. Perolehan ini lebih dari dua kali lipat perolehan kursinya dibandingkan pemilu sebelumnya dan mengungguli lawan-lawannya, demikian menurut hasil penghitungan yang hampir selesai, sebagaimana dilansir kantor berita AFP, Kamis (23/11/2023).
Kemenangannya ini disebut sebagai salah satu kekacauan politik terbesar di Belanda sejak Perang Dunia II dan mengguncang seluruh Eropa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wilders, 60 tahun, kini mempunyai tugas berat untuk mencoba membentuk koalisi yang kuat, membujuk lawan-lawannya yang sebelum pemilu, telah dengan tegas menolak untuk masuk ke pemerintahan yang dipimpin PVV.
Kemenangan telak yang tak terduga ini langsung memicu ucapan selamat dari para pemimpin sayap kanan di Prancis dan Hongaria, namun kemungkinan besar akan menimbulkan ketakutan di Belgia. Wilders dikenal sebagai anti-Uni Eropa dan menginginkan pemungutan suara mengenai "Nexit" untuk meninggalkan blok tersebut.
Meskipun ia melunakkan retorika anti-Islamnya selama kampanye, program PVV menjanjikan pelarangan Al-Quran, masjid dan jilbab, dan para pemimpin komunitas Muslim di Belanda dengan cepat menyuarakan keprihatinannya.
"Saya tidak tahu apakah umat Islam masih aman di Belanda. Saya khawatir dengan negara ini," ujar Habib el Kaddouri dari asosiasi SMN Maroko Belanda, kepada media lokal ANP.
Lizette Keyzer, seorang manajer bisnis dari Enschede di timur Belanda, mengatakan dia mengalami "jantung berdebar-debar" ketika hasil pemilu keluar.
Negara ini "berjalan ke arah sayap kanan. Kami berharap hal ini tidak sepenuhnya terjadi", cetus pria berumur 60 tahun itu.
Tonton juga Video: Penembakan di Rotterdam Belanda, Dua Orang Tewas
Ketika berbicara kepada para pendukungnya di Den Haag setelah exit poll, Wilders mengulangi retorika anti-imigrannya, dengan mengatakan bahwa Belanda telah memilih untuk membendung "tsunami" para pencari suaka.
"PVV tidak bisa diabaikan lagi," serunya sambil mendesak pihak lain untuk melakukan kesepakatan dengannya.
Namun, tidak jelas bagaimana dia bisa mendapatkan 76 kursi yang dia perlukan untuk menjadi mayoritas di parlemen yang memiliki 150 kursi.
Mantan Komisaris Eropa Frans Timmermans, yang partai Hijau/Buruhnya berada di urutan kedua, langsung menolak kerja sama, dan mengatakan bahwa sekarang tugas mereka adalah "mempertahankan demokrasi" di negara tersebut.
Media Belanda pun dibuat gelisah dengan kemenangan Wilders.
"Tidak seorang pun mengharapkan hal ini, bahkan pemenangnya sendiri pun tidak," tulis harian Trouw. Bahkan media penyiaran publik NOS menyebutnya sebagai "kemenangan monster", sebuah ungkapan yang muncul di beberapa media.
Media Financieele Dagblad mengatakan hasil pemilu tersebut "membuat politik di Den Haag menjadi kacau".