Seorang relawan medis Indonesia, Fikri Rofiul Haq, menceritakan betapa parahnya kondisi di Jalur Gaza, Palestina, sejak Israel memulai serangan sebulan lalu. Fikri menegaskan tak akan meninggalkan tugas sebagai relawan di Gaza dan pasrah pada nasib saat pasukan Israel kian mendekat.
Dilansir Al Jazeera, Minggu (12/11/2023), Gaza saat ini sedang memasuki musim dingin dan biasanya menjadi waktu panen stroberi. Namun, ladang stroberi di Beit Lahia, yang menjadi lokasi RS Indonesia, saat ini sudah hancur dan berubah menjadi medan perang.
"Pasukan Israel telah mengebom ladang di Jalur Gaza dan banyak tanaman mati", kata Haq kepada Al Jazeera.
"Tahun ini tidak akan ada hasil bumi seperti stroberi padahal saat ini sedang musim dingin," sambung relawan dari Indonesia Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) ini.
Di tengah kengerian perang Israel di Gaza, kehancuran panen stroberi di Palestina mungkin tampak sepele. Namun bagi Haq - salah satu dari tiga relawan MER-C Indonesia yang masih bertugas di Rumah Sakit Indonesia - kenangan akan stroberi di Gaza membantunya mengatasi kengerian tersebut.
"Pada awal perang, kami masih bisa mendapatkan beberapa barang dari sekitar rumah sakit, seperti sayur mayur dan mie instan, namun sekarang tidak mungkin mendapatkan produk segar seperti bawang, tomat, dan mentimun," ujarnya, berbicara kepada Al Jazeera melalui pesan suara WhatsApp.
Dia mengatakan staf di RS Indonesia cuma mendapat makanan satu kali sehari. Itupun, katanya, dibantu oleh RS Al-Shifa yang kini kondisinya juga sekarat.
"Di Rumah Sakit Indonesia saat ini, staf hanya mendapat makan sekali sehari saat makan siang, yang disediakan oleh Rumah Sakit Al-Shifa [yang berdekatan]. Untuk sarapan dan makan malam, staf makan biskuit atau kurma," ujarnya.
Kondisi di rumah sakit Indonesia dan Al-Shifa, serta rumah sakit lain di Gaza, semakin memburuk sejak terakhir kali Al Jazeera berbicara dengan Haq pada hari Jumat (10/11).
Sebelum perang, persediaan makanan untuk Rumah Sakit Indonesia biasanya bersumber dari daerah sekitar, kata Haq. Pada awal blokade total dan serangan Israel terhadap Gaza, relawan MER-C akan keluar mencari perbekalan di ambulans, yang disediakan oleh rumah sakit, yang dianggap lebih aman dibandingkan kendaraan sipil.
Sekarang pertempuran telah terjadi begitu dekat dengan rumah sakit sehingga terlalu berbahaya untuk keluar rumah. Haq mengatakan dia merasa sangat terguncang akhir-akhir ini, setelah melakukan perjalanan sekitar dua minggu lalu untuk mendapatkan pasokan medis bagi rumah sakit dari rumah-rumah warga sipil di sekitar distrik Al-Jalaa, di mana dia mengira dia mungkin akan meninggal.
Dia mengatakan dirinya dan relawan lain dari Indonesia hanya berjarak sekitar 20 menit dari rumah sakit ketika bom mulai berjatuhan sekitar 200 meter jauhnya.
"Saya merasa paling takut dan pasrah dengan nasib saya saat itu, karena kami berada di gedung milik penduduk setempat dan, seperti yang kami tahu, militer Israel menghancurkan rumah-rumah warga sipil," ujarnya.
"Tidak ada jaminan keselamatan kami. Hal ini membuat saya merasakan ketakutan yang luar biasa, namun berkat kasih karunia Tuhan, kami terlindungi," sambungnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Simak Video: Penyakit yang Mengintai Warga Palestina Imbas Serangan Israel
(haf/imk)