Kurangnya pasokan medis saat perang berkecamuk di Jalur Gaza, membuat para dokter berjuang keras menangani pasien dalam kondisi tidak memadai. Dokter di Rumah Sakit (RS) Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Jalur Gaza, terpaksa merawat pasien tanpa obat penenang dan membalut luka dengan gula dan cuka.
Seperti dilansir Al Jazeera, Jumat (10/11/2023), seorang dokter bedah pada RS Al-Shifa, Ahmed Mokhallalati, menuturkan bahwa fasilitas medis di rumah sakit tersebut kini berada pada breaking point akibat gempuran militer Israel yang terus berlanjut ke Jalur Gaza.
Dengan persediaan bahan bakar hampir habis, ujar Mokhallalati, RS Al-Shifa terpaksa beralih kepada generator sekunder yang lebih kecil. Itu berarti, sebagian besar rumah sakit diselimuti kegelapan tanpa adanya penerangan.
Para dokter hanya bisa menggunakan lampu pada ponsel mereka untuk mencatat dan memeriksa dokumen. Mereka juga sangat kelelahan dengan kondisi di fasilitas medis yang jauh melebihi kapasitas.
"Pagi ini, saya harus mengganti perban pada anak-anak tanpa menggunakan obat penenang, perban pada para pasien luka bakar untuk pasien trauma berat," tutur Mokhallalati kepada Al Jazeera.
"Sekarang bagi saya, perban standar adalah menggunakan gula, begitu juga dengan cuka untuk para pasien," ujarnya.
Mokhallalati menambahkan bahwa situasinya semakin genting dengan pengeboman terus melanda area-area sekitar rumah sakit.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
(nvc/ita)