Israel belum juga melancarkan serangan darat ke Jalur Gaza, meskipun telah mengumumkan akan segera menyerang daerah kantong Palestina itu via darat untuk memusnahkan Hamas. Apa penyebab penundaan serangan darat Israel?
Seperti dilansir AFP, Rabu (25/10/2023), laporan media dan para pakar menilai invasi darat Israel yang tertunda itu disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari perpecahan politik-militer, kekhawatiran atas sandera, dan adanya tekanan internasional.
Sudah 18 hari berlalu sejak Israel diserang oleh Hamas, yang menguasai Gaza, hingga memicu banyak korban jiwa. Militer Israel tanpa henti menggempur Gaza untuk membalas Hamas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun terlepas dari beberapa operasi darat yang relatif kecil, invasi darat yang banyak digembar-gemborkan belum juga terjadi hingga saat ini.
"Ada krisis kepercayaan antara (Perdana Menteri Israel) Benjamin Netanyahu dan IDF (Angkatan Bersenjata Israel)," kata penulis editorial Nahum Barnea dari surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, dalam laporannya.
"Pemerintah mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan yang disepakati semua pihak soal isu-isu utama," sebutnya.
Dengan mengutip sejumlah sumber pemerintah dan militer Israel dalam laporannya, Barnea menyebut 'Netanyahu marah pada jenderal-jenderal dan menyalahkan mereka atas apa yang terjadi' terkait apa yang disebut oleh warga Israel sebagai 'kegagalan 7 Oktober' -- merujuk pada serangan mengejutkan Hamas.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan Video 'Lebih dari 700 Orang Tewas dalam Serangan Israel Semalam':
Pada hari itu, Israel dikejutkan oleh Hamas yang mengerahkan ratusan militan bersenjata menyerbu wilayah Israel bagian selatan dan menembakkan ribuan roket dari Jalur Gaza. Laporan para pejabat Israel menyebut lebih dari 1.400 orang tewas akibat serangan Hamas tersebut.
Hamas juga menyandera lebih dari 220 orang yang dibawa dari Israel ke Jalur Gaza.
Serangan Hamas yang tercatat sebagai serangan terburuk dalam sejarah Israel itu, memicu serangan udara besar-besaran terhadap Jalur Gaza. Laporan otoritas kesehatan Palestina menyebut sedikitnya 5.791 orang tewas akibat serangan udara Israel selama lebih dari dua pekan terakhir.
Kebulatan suara disebut telah menyatukan kalangan sayap kiri dan sayap kanan arus utama dalam politik Israel.
"Perselisihan mengenai operasi ini menciptakan ketegangan, khususnya antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant," tulis kolumnis Amos Harel pada harian Haaretz, yang beraliran sayap kiri, pada Selasa (24/10) waktu setempat.
Radio pemerintah Israel menekankan adanya 'perbedaan pendapat antara Perdana Menteri dan para pejabat senior di militer' dan adanya aksi saling tuduh karena gagal mencegah serangan Hamas.
Seorang spesialis intelijen pada lembaga think-tank Institut Internasional untuk Kontra-Terorisme (ICT) Israel, Patrick Bettane, mengonfirmasi adanya 'ketidaksepakatan mengenai serangan darat'.
"Namun fakta bahwa ada sandera yang ditahan di Jalur Gaza membuat segalanya menjadi rumit. Israel sedang menunggu untuk melihat bagaimana masalah ini bisa diselesaikan sebelum mengambil tindakan," sebut Bettane.
Anggota keluarga dari orang-orang yang disandera Hamas dan dibawa ke Jalur Gaza menggelar unjuk rasa setiap hari di luar rumah Menhan Israel di Tel Aviv.
Terlepas dari berbagai spekulasi yang ada, panglima militer Israel Herzi Halevi menegaskan tujuan untuk sepenuhnya memusnahkan Hamas dan para pemimpinnya.
"Kami bersiap dengan baik untuk operasi darat di wilayah selatan," ucapnya kepada tentara Israel, menurut pernyataan yang dirilis juru bicara militer Israel.
Namun terlepas dari itu, analis politik Daniel Bensimon menyinggung soal adanya tekanan internasional agar Israel tidak melancarkan invasi darat ke Jalur Gaza. "Ketidaksepakatan atau bukan, faktanya Amerika dan Eropa datang ke Israel untuk memberikan kata-kata manis dengan tujuan mencegah serangan darat," ujarnya.