Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump diduga berada di balik upaya penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Joe Biden. Upaya semacam itu menjadi langkah yang sejak lama diinginkan Trump dan para pendukungnya di Kongres AS.
Dewan Perwakilan Rakyat AS akan membuka penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden AS Joe Biden. Hal ini diungkap oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS dari Partai Republik Kevin McCarthy.
"Saya mengarahkan komite DPR kami untuk membuka penyelidikan resmi pemakzulan terhadap Presiden Joe Biden," kata McCarthy kepada wartawan dilansir Reuters, Selasa (12/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 5 Berita Terpopuler Internasional Hari Ini |
Diberitakan banyak kader di partai McCarthy marah ketika DPR, yang saat itu dikuasai oleh Partai Demokrat, dua kali memakzulkan Presiden Partai Republik Donald Trump - pada tahun 2019 dan 2021 - meskipun ia dibebaskan 2 kali oleh Senat.
Biden, yang mengalahkan Trump pada pemilu tahun 2020, berupaya untuk dipilih kembali pada tahun depan. Partai Republik, yang kini hanya menguasai DPR, menuduh Biden mengambil keuntungan saat ia menjabat sebagai wakil presiden dari tahun 2009 hingga 2017 dari usaha bisnis luar negeri putranya, Hunter Biden. Meski begitu, Partai Republik belum memberikan bukti yang kuat.
Gedung Putih mengatakan tidak ada dasar membuka penyelidikan. Partai Demokrat menyebut pembicaraan soal pemakzulan di Partai Republik sebagai upaya mengalihkan perhatian publik terhadap hukuman Trump, yang menghadapi empat dakwaan pidana terpisah.
Gedung Putih mengecam keputusan DPR AS untuk membuka penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden AS, Joe Biden. Gedung Putih menilai pemakzulan tersebut sebagai "politik ekstrem yang paling buruk."
"Anggota Partai Republik di DPR telah menyelidiki Presiden selama 9 bulan, dan mereka tidak menemukan bukti adanya kesalahan," ujar juru bicara Gedung Putih untuk pengawasan dan investigasi Ian Sams melalui di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, dilansir detikcom dari AFP, Rabu (13/9/2023).
Simak juga 'Reaksi Biden Lihat Mugshot Trump: Pria Tampan':
Rencana Trump
Pada Januari 2017, Biden mengakhiri masa jabatannya sebagai Wakil Presiden AS dan Trump resmi menjabat sebagai Presiden AS yang baru menggantikan Obama, setelah mengalahkan Hillary Clinton, capres Partai Demokrat, secara mengejutkan.
Dalam waktu 18 bulan, menjadi jelas bahwa Biden akan menantang Trump yang berniat mencari masa jabatan keduanya dalam pilpres tahun 2020. Saat itu terancam tidak terpilih kembali, Trump mengutus pengacara pribadinya, Rudy Giuliani, ke Kyiv untuk menggali informasi kotor soal keluarga Biden awal tahun 2019.
Ketika upaya Giuliani dihalangi, Trump pada bulan Juli tahun itu meningkatkan tekanan terhadap penerus Poroshenko, Presiden Volodymyr Zelensky, dengan membekukan bantuan militer dari AS untuk Ukraina sebesar US$ 400 juta.
Dalam percakapan telepon beberapa hari kemudian, tepatnya pada 25 Juli tahun itu, Trump menyinggung dukungan AS dan sangat mendesak Zelensky untuk menyelidiki keluarga Biden lalu mengumumkan hasil penyelidikan itu.
Percakapan telepon itulah yang menjadi dasar pemakzulan pertama terhadap Trump, dengan tuduhan Trump secara ilegal meminta campur tangan asing dalam pemilu AS pada saat itu -- di mana dia akhirnya kalah dari Biden.
Sekutu Trump Rencanakan Balas Dendam
Saat Partai Republik mendapatkan kendali mayoritas atas DPR AS dalam pemilu sela tahun 2022, sekutu-sekutu Trump mengumpulkan alat-alat hukum untuk membalas dendam terhadap Partai Demokrat.
Setelah delapan bulan melakukan penyelidikan, Comer sebagai Ketua Komisi Pengawas DPR AS membalikkan cerita soal pemecatan Shokin dari jabatannya sebagai Jaksa Agung Ukraina. Mereka menggambarkan Shokin sebagai ancaman bagi Burisma dan bahwa tekanan yang diberikan Biden pada saat itu agar Shokin dipecat sengaja dirancang untuk melindungi perusahaan dan putranya sendiri, dan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari tindakan tersebut.
Dengan catatan yang diperoleh dari FBI dan Departemen Kehakiman AS, serta dari keterangan para saksi, Comer bisa merinci sejumlah besar uang yang disalurkan kepada Hunter dan rekan-rekannya. Namun demikian, tidak ada bukti yang menunjukkan Biden secara pribadi turut mendapatkan keuntungan.
Meskipun begitu, Komisi Pengawas DPR AS menyebut bahwa penyelidikan mereka fokus pada praktik 'menjajakan pengaruh' oleh apa yang berulang kali disebut Trump sebagai 'keluarga kriminal Biden'.
Penyelidikan Komisi Pengawas DPR AS juga disebut telah 'mengungkapkan bahwa Joe Biden mengizinkan keluarganya menjual dirinya sebagai 'merek' di seluruh dunia untuk memperkaya keluarga Biden'.
Ditegaskan oleh komisi itu bahwa mereka akan 'bekerja mengikuti fakta untuk memastikan Presiden Biden bertanggung jawab atas penyalahgunaan jabatan publik demi keuntungan finansial keluarganya'.