Sedikitnya enam orang telah tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam bentrokan di kamp pengungsi Palestina di Lebanon selatan, seiring bentrokan yang terus terjadi dalam lima hari terakhir.
Kekerasan mulai terjadi pada Kamis malam lalu di kamp Ain al-Helweh di pinggiran kota pesisir Sidon, hanya beberapa minggu setelah bentrokan serupa antara anggota gerakan Fatah pimpinan Presiden Palestina Mahmud Abbas melawan para milisi.
Jumlah korban tewas telah meningkat menjadi setidaknya enam orang tewas, satu di antaranya tewas pada hari Senin (22/9), dan lebih dari 70 orang terluka, kata Imad Hallak dari Bulan Sabit Merah Palestina cabang Lebanon, dikutip kantor berita AFP, Selasa (12/9/2023). Korban termasuk petempur dan warga sipil, tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok Hizbullah yang didukung Iran menyerukan penghentian pertempuran.
"Kami menyerukan gencatan senjata segera," kata Hizbullah dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, menambahkan bahwa kelompok tersebut menyatakan "penyesalan yang mendalam" atas kekerasan tersebut.
Seorang koresponden AFP di Sidon melaporkan bentrokan terus berlanjut dengan tembakan-tembakan, setelah pertempuran sempat mereda semalam.
Kantor Berita Nasional resmi Lebanon (NNA) mengatakan pintu masuk selatan kota itu telah ditutup untuk lalu lintas.
Sebelumnya, NNA melaporkan pada hari Sabtu lalu bahwa tiga petempur dan satu warga sipil telah tewas dalam bentrokan itu.
Simak juga 'Saat Warga Lebanon Ramai-ramai Nobar Film 'Barbie' Usai Pelarangan Dicabut':
Ain al-Helweh adalah rumah bagi lebih dari 54.000 pengungsi terdaftar dan ribuan warga Palestina yang bergabung dengan mereka dalam beberapa tahun terakhir dari negara tetangga Suriah, yang melarikan diri dari perang saudara di sana.
Kamp tersebut, yang terbesar di Lebanon, diciptakan untuk warga Palestina yang diusir atau melarikan diri selama perang tahun 1948 pada saat pembentukan Israel.
Badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, mengatakan pada hari Minggu bahwa "ratusan keluarga telah meninggalkan kamp" sejak bentrokan dimulai.
Sekitar 400 keluarga berlindung di sebuah masjid, sementara yang lain mengungsi bersama kerabat atau di tempat-tempat penampungan darurat, tambah UNRWA dalam sebuah laporan.