Srettha Thavisin terpilih menjadi Perdana Menteri (PM) terbaru Thailand setelah mengamankan dukungan parlemen yang diperlukan. Terpilihnya Srettha ini mengakhiri kebuntuan politik selama tiga bulan terakhir setelah pemilu dimenangkan oleh Partai Move Forward yang kini dikucilkan dari koalisi pemerintahan.
Seperti dilansir AFP dan Reuters, Selasa (22/8/2033), Srettha berhasil mendapatkan dukungan lebih dari 375 anggota parlemen dan para senator yang diperlukan untuk bisa terpilih menjadi PM Thailand dalam voting gabungan yang digelar kembali untuk kesekian kalinya pada Selasa (22/8) waktu setempat.
Dukungan penuh dari parlemen dan senat Thailand diperlukan, menurut undang-undang Thailand, untuk menjadi seorang PM dan membentuk pemerintahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pita Limjaroenrat yang memimpin Partai Move Forward yang memenangkan pemilu Thailand pada 14 Mei lalu, gagal mendapatkan cukup dukungan parlemen dan senat untuk bisa menjadi PM Thailand dalam voting yang digelar bulan lalu.
Skandal kepemilikan saham di perusahaan media membuat Pita didiskualifikasi sebagai anggota parlemen dan tidak bisa lagi dicalonkan menjadi PM Thailand.
Partai Pheu Thai, yang menempati peringkat kedua dalam pemilu, lantas mengajukan Srettha sebagai calon PM ke parlemen. Sosok Srettha yang dikenal sebagai maestro real estate di Thailand ini, terjun ke dunia politik hanya beberapa bulan sebelum pemilu digelar pada 14 Mei lalu.
Saat mengajukan Srettha sebagai calon PM, Pheu Thai yang sebelumnya mendukung dan tergabung koalisi Partai Move Forward yang akhirnya kolaps, memutuskan untuk mengeluarkan partai pemenang pemilu itu dari koalisi.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan juga 'Penampakan Eks PM Thailand Akhirnya Pulang Usai 15 Tahun di Pengasingan':
Pheu Thai membentuk koalisi baru beranggotakan 11 partai politik dalam parlemen, termasuk menyertakan dua partai yang didukung militer, yakni United Thai Nation dan Palang Pracharat.
Koalisi itu memiliki total dukungan mencapai 314 kursi dalam parlemen Thailand, ditambah tiga anggota majelis rendah, sehingga hanya membutuhkan 58 suara dukungan Senator Thailand -- yang berafiliasi erat dengan pemerintah militer yang sebelumnya memerintah Thailand.
Ambang batas 375 suara dukungan ternyata berhasil didapatkan Srettha dalam voting gabungan pada Selasa (22/8) waktu setempat.