Kembalinya mantan perdana menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, dari pengasingan selama 15 tahun sering kali ditunggu-tunggu.
Dia adalah salah satu tokoh yang paling banyak menciptakan pro dan kontra dalam sejarah Thailand.
Aksi sang taipan yang ambisius secara politik dalam pemilu selama lebih dari dua dekade ini memicu reaksi keras dari kekuatan konservatif - mulai dari kudeta militer, pendudukan kementerian dan bandara, hingga keputusan kontroversial pengadilan yang telah memecat tiga perdana menteri dan membubarkan tiga partai politik pro-Thaksin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini dia kembali, kemungkinan setelah melakukan kesepakatan diam-diam dengan musuh-musuh politiknya agar tidak menjebloskannya ke penjara. Sebab, dia telah divonis dengan hukuman sekitar 10 tahun penjara atas kasus pidana yang menurutnya bermotif politik.
Dia diperkirakan akan dibawa langsung dari Bandara Don Mueang ke Mahkamah Agung di Bangkok. Dari sana mungkin dia akan bermalam di rumah sakit penjara. Prediksi banyak kalangan: dia tidak akan menetap dalam tahanan untuk waktu yang lama.
Apakah Thaksin masih mendapat dukungan di Thailand?
Thaksin masih mendapat dukungan di negaranya.
Samniang Kongpolparn, 63 tahun, tiba di bandara sejak Selasa (15/08) malam dari Provinsi Surin di timur laut Thailand - basis partai Thaksin dalam beberapa dekade terakhir - bersama ratusan pendukung Thaksin lainnya.
"Dia adalah perdana menteri terbaik yang kami punya. Meski saya tidak bisa bertemu dengannya hari ini, saya masih ingin datang untuk menunjukkan dukungan kepadanya," kata ibu rumah tangga tersebut.
"Saya setuju mereka berdamai dengan pemerintah pro-militer, atau kami terjebak dengan para senator. Kami tidak menginginkan itu."
Apakah kembalinya Thaksin berkaitan dengan Partai Pheu Thai?
Kembalinya Thaksin ke Thailand terjadi bersamaan dengan upaya partainya, Pheu Thai, untuk membentuk pemerintahan baru - sebuah proses memakan waktu yang terus berlangsung selama tiga bulan terakhir.
Thailand awalnya diprediksi akan mengalami pembaruan lantaran partai muda Move Forward berhasil memenangkan kursi terbanyak dalam pemilu bulan Mei. Namun, partai itu kemudian menjalin kemitraan dengan Pheu Thai.
Kini, Thailand justru kembali ke politik lama, yaitu koalisi yang terdiri dari hampir semua pihak termasuk dua partai yang dipimpin oleh mantan pembuat kudeta. Move Forward malah tidak dilibatkan dalam koalisi ini. Padahal, Pheu Thai sudah berikrar untuk tidak melakukan koalisi semacam itu.
Baca juga:
Ratusan pendukung Thaksin Shinawatra menunggu kedatangannya di Bandara Don Mueang, Bangkok. (BBC)
Pheu Thai menegaskan kedua peristiwa ini tidak berkaitan satu sama lain, tapi hanya sedikit orang yang mempercayainya.
Memang benar bahwa tangan Pheu Thai telah diikat oleh Senat yang tidak dipilih, sebuah ranjau konstitusional berisi 250 kursi yang ditanam di ranah politik Thailand oleh junta militer yang memerintah selama lima tahun setelah kudeta pada 2014.
Posisi tawar Pheu Thai juga dilemahkan oleh kinerjanya yang buruk dalam pemilu, ketika kalah jumlah suara dari Move Forward dan untuk pertama kalinya terdegradasi ke posisi kedua.
Para senator, yang semuanya ditunjuk di bawah junta, diizinkan untuk bergabung dengan 500 anggota parlemen dalam memilih perdana menteri baru.
Tugas terselubung mereka adalah memblokir pihak mana pun yang mengancam status quo - hubungan monarki, militer, dan bisnis besar yang telah mendominasi pengambilan keputusan di Thailand selama beberapa dekade.
Tidak mengherankan jika para senator menolak mendukung koalisi Move Forward dan Pheu Thai, meskipun koalisi tersebut menjadi mayoritas di majelis rendah. Ketika Pheu Thai mendapat giliran untuk merundingkan koalisi baru, mereka harus menerima beberapa partai oposisi karena mereka sangat membutuhkan dukungan Senat.
Namun beberapa politisi Pheu Thai berpendapat bahwa partai tersebut seharusnya bertahan untuk mencapai kesepakatan yang lebih baik, dengan menolak berada di pemerintahan yang didominasi oleh kelompok konservatif garis keras.
Pemerintahan minoritas mana pun yang dibentuk tanpa Pheu Thai dan Move Forward akan segera runtuh, karena para senator tidak dapat mengikuti pemungutan suara normal di parlemen mengenai sejumlah topik, seperti anggaran.
Apa makna koalisi Pheu Thai dengan partai ultra royalis?
Namun para elite Pheu Thai tidak mau menunggu; mereka bahkan mengundang partai ultra-royalis United Thai Nation untuk bergabung dengan koalisi. Padahal, para pemimpin United Thai Nation sangat kritis terhadap keluarga Shinawatra dan pendukung mereka di masa lalu. Bahkan partai itu berperan penting dalam menggulingkan pemerintahan terakhir Pheu Thai pimpinan adik perempuan Thaksin, Yingluck.
Kenyataan bahwa kedua faksi yang berlawanan ini akan duduk bersama dalam pemerintahan yang sama adalah tanda sejauh mana politik Thailand telah bergeser.
Pada akhirnya, bagi kaum ultra-royalis, ancaman yang ditimbulkan oleh Move Forward, dan oleh generasi muda Thailand yang menuntut pembahasan soal kekuasaan dan kekayaan monarki, lebih besar ketimbang perseteruan panjang dengan keluarga Shinawatra.
Adapun bagi keluarga Shinawatra - dan elemen Pheu Thai yang lebih konservatif dan berpikiran bisnis - menduduki kursi pemerintahan lagi serta menjamin kesepakatan untuk mengembalikan Thaksin merupakan prioritas daripada mengkhawatirkan reputasi partai.
Tapi ada orang-orang, bahkan di dalam Pheu Thai, yang ngeri dengan pragmatisme sinis dari kesepakatan ini.
Mereka memperingatkan bahwa partai tersebut akan kehilangan banyak pendukungnya dari kalangan akar rumput serta kehilangan, mungkin selamanya, dominasi yang mereka pegang dalam politik pemilu di Thailand selama dua dekade.
Simak juga Video: Penampakan Eks PM Thailand Akhirnya Pulang Usai 15 Tahun di Pengasingan