Badan pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan temuan ranjau di kompleks pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia, Ukraina, yang kini dikuasai pasukan Rusia. Temuan ranjau itu dinilai melanggar pedoman keamanan nuklir, namun dinilai tak berdampak pada keamanan nuklir di lokasi.
Seperti dilansir AFP, Selasa (25/7/2023), PLTN Zaporizhia yang merupakan fasilitas nuklir terbesar di Eropa itu jatuh ke tangan pasukan Rusia tak lama setelah invasi dilancarkan ke Ukraina pada Februari 2022. Sejak saat itu, Kyiv dan Moskow saling melemparkan tuduhan merencanakan insiden berbahaya di lokasi tersebut.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) selaku badan pengawas nuklir PBB melaporkan bahwa pada 23 Juli, para pakar mereka 'melihat beberapa ranjau terletak di zona penyangga antara pembatas perimeter internal dan eksternal pada fasilitas itu'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Informasi itu diungkapkan oleh Kepala IAEA Rafael Grossi dalam pernyataannya yang dirilis pada Senin (24/7) waktu setempat.
Tidak disebutkan lebih lanjut soal jumlah ranjau yang dilihat oleh tim pakar IAEA di PLTN Zaporizhzhia.
Namun disebutkan Grossi bahwa ranjau-ranjau itu berada di 'area terlarang' yang tidak bisa diakses oleh para staf PLTN Zaporizhzhia. Menurut Grossi, penilaian awal IAEA menyimpulkan bahwa setiap ledakan ranjau 'seharusnya tidak mempengaruhi sistem keselamatan dan keamanan nuklir di lokasi'.
Lebih lanjut, Grossi menegaskan bahwa memasang peledak di fasilitas nuklir itu 'tidak konsisten dengan standar keselamatan IAEA dan pedoman keamanan nuklir' dan menciptakan tekanan psikologis tambahan bagi para staf.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Pekan lalu, IAEA melaporkan bahwa tim pakarnya telah melakukan inspeksi di PLTN itu, namun tidak 'mengamati' keberadaan ranjau apa pun, meskipun mereka tidak diberi akses ke atap gedung reaktor.
Disebutkan juga dalam pernyataan terbaru bahwa IAEA masih belum diberi akses ke atap gedung reaktor dan ruang turbinnya.
Setelah jatuh ke tangan Rusia, PLTN Zaporizhzhia menjadi sasaran serangan bersenjata dan sempat beberapa kali terputus jaringan listriknya, yang memicu kekhawatiran akan adanya insiden nuklir besar. Enam reaktor nuklir yang ada di PLTN itu telah dimatikan selama berbulan-bulan.