Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen, yang negaranya masih bergulat dengan sisa-sisa perang mematikan, mengingatkan Ukraina untuk tidak menggunakan bom cluster yang dilarang di 120 negara. Hal ini dilontarkan usai Amerika Serikat (AS) mengumumkan rencana memasok bom cluster ke Kyiv.
Seperti dilansir AFP, Senin (10/7/2023), kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) internasional mengutuk keras keputusan Washington memasok bom cluster karena bahaya besar yang diberikannya jika tidak meledak, dan potensinya membahayakan warga sipil selama bertahun-tahun bahkan hingga konflik usai.
"Ini akan menjadi bahaya terbesar bagi Ukraina selama bertahun-tahun atau hingga seratus tahun, jika bom cluster digunakan di area-area yang diduduki Rusia di wilayah Ukraina," ujar Hun Sen dalam peringatannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyinggung soal 'pengalaman menyakitkan' Kamboja soal bom cluster AS yang dijatuhkan dalam perang pada awal tahun 1970-an, warisan asing yang membuat puluhan ribu orang cacat atau terbunuh.
"Sudah lebih dari setengah abad. Belum ada cara untuk menghancurkan semuanya," ucap Hun Sen, merujuk pada sisa-sisa bom cluster yang tidak meledak.
"Sebagai rasa kasihan saya untuk rakyat Ukraina, saya memohon kepada Presiden AS sebagai pemasok dan Presiden Ukraina sebagai penerima untuk tidak menggunakan bom cluster dalam perang karena korban sesungguhnya adalah warga Ukraina," cetusnya.
Bom cluster yang dilarang oleh lebih dari 120 negara, merupakan senjata yang melepaskan sejumlah besar bom berukuran lebih kecil yang bisa membunuh secara membabi-buta di wilayah yang luas dan mengancam warga sipil. Bom cluster yang gagal meledak bisa memicu bahaya selama bertahun-tahun, bahkan jauh setelah konflik berakhir.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Lihat Video: Dilarang 120 Negara, Rencana AS Pasok Bom Cluster ke Ukraina Dikritik