Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengumumkan negaranya telah sepenuhnya menghancurkan pasokan senjata kimia yang berusia puluhan tahun. Hal ini menjadi tonggak sejarah yang dipuji sebagai penuntasan pemusnahan semua pasokan senjata pembunuh massal yang diketahui di seluruh dunia ini.
Seperti dilansir AFP, Sabtu (8/7/2023), pengumuman itu disampaikan Biden dalam pernyataan terbaru pada Jumat (7/7) waktu setempat.
"Hari ini, saya dengan bangga mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah dengan aman menghancurkan amunisi terakhir dalam pasokan itu -- yang membawa kita selangkah lebih dekat ke dunia yang bebas dari kengerian senjata kimia," ucap Biden dalam pengumumannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AS menjadi negara yang paling terakhir menandatangani Konvensi Senjata Kimia, yang mulai berlaku tahun 1997, untuk menyelesaikan tugas menghancurkan pasokan 'yang dilaporkan' oleh mereka, meskipun beberapa negara diyakini masih menyimpan senjata kimia cadangan secara rahasia.
Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) menyebut pencapaian itu sebagai 'kesuksesan bersejarah' dalam perlucutan senjata, lebih dari satu abad setelah penggunaan gas kimia yang tidak terkendali selama Perang Dunia I yang memicu kematian massal dan menyebabkan cacat pada para tentara.
Lebih lanjut, OPCW menyatakan bahwa pengumuman AS itu berarti semua pasokan senjata kima yang dilaporkan di seluruh dunia ini telah 'diverifikasi sebagai hancur permanen'.
"Saya mengucapkan selamat kepada semua pihak negara, dan Amerika Serikat dalam hal ini, atas pencapaian besar bagi masyarakat internasional," ucap Direktur Jenderal OPCW Fernando Arias dalam tanggapannya.
Biden dalam pernyataannya menyebut ini menjadi momen pertama kali untuk 'seluruh kategori senjata pemusnah massal yang dilaporkan' diverifikasi telah dihancurkan.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan juga 'Saat Mic Pidato Joe Biden 'Tak Bersahabat', Picu Gelak Tawa Audiensi':
Pengumuman itu disampaikan Biden setelah Blue Grass Army Depot, sebuah fasilitas Angkatan Darat AS di Kentucky, baru-baru ini menyelesaikan pekerjaannya selama empat tahun untuk memusnahkan sekitar 500 ton agen kimia mematikan, yang terakhir dimiliki oleh militer AS.
Selama beberapa dekade, AS menyimpan proyektil artileri dan roket yang mengandung gas mustard, VX dan agen saraf sarin, serta agen yang membuat melepuh.
Konvensi Senjata Kimia, yang disepakati tahun 1993 dan mulai berlaku tahun 1997, diketahui memberikan AS waktu hingga 30 September tahun ini untuk menghancurkan semua agen kimia dan amunisi. Menurut OPCW, penandatangan pakta lainnya telah memusnahkan pasokan mereka -- secara keseluruhan mencapai 72.000 ton sejak perjanjian mulai berlaku.
Laporan Asosiasi Pengawasan Senjata AS menyebut bahwa tahun 1990, Washington masih menyimpan nyaris 28.600 ton senjata kimia -- pasokan terbesar kedua di dunia setelah Rusia. Dengan surutnya Perang Dingin, negara adidaya dan negara-negara lainnya bersama-sama merundingkan Konvensi Senjata Kimia.
Memusnahkan pasokan senjata kimia jauh lebih berbahaya karena itu berarti menetralkan tidak hanya bahan kimia, tapi juga amunisi yang mengandung bahan kimia itu. Proses semacam itu merupakan proses yang tergolong lambat.
Rusia telah menuntaskan penghancuran pasokan senjata kimia yang dilaporkannya tahun 2017 lalu. Sementara tahun 2022 lalu, AS diketahui masih memiliki kurang dari 600 ton agen kimia tersisa yang harus dihancurkan.
Setelah AS resmi menghancurkan semua pasokan senjata kimianya, Biden menyerukan kewaspadaan lebih lanjut untuk memastikan semua senjata kimia di dunia telah dihancurkan. Dia bahkan mengimbau empat negara yang belum menandatangani atau meratifikasi perjanjian itu -- Mesir, Israel, Korea Utara dan Sudan Selatan -- untuk melakukannya.
Namun saat ini, ada empat negara penandatangan Konvensi Senjata Kimia yang dianggap tidak patuh karena memiliki cadangan senjata kimia yang tidak dilaporkan. Keempat negara itu adalah Rusia, Myanmar, Iran dan Suriah.
"Rusia dan Suriah harus kembali mematuhi Konvensi Senjata Kimia dan mengakui program mereka yang tidak dilaporkan, yang telah digunakan untuk melakukan kekejaman dan serangan yang kurang ajar," cetus Biden.