Kerusuhan di Prancis akibat tewasnya seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun semakin meluas. Otoritas Prancis bahkan sampai menerapkan jam malam untuk meminimalisir aksi ricuh.
Dirangkum detikcom, Jumat (30/6/2023), polisi Prancis menangkap lebih dari 400 orang yang memprotes penembakan remaja bernama Nahel. Unjuk rasa itu diwarnai kerusuhan selama tiga malam berturut-turut di beberapa kota Prancis.
Catatan keamanan internal menunjukkan otoritas setempat memperkirakan adanya aksi kekerasan di perkotaan, dengan sekitar 40.000 polisi dan gendarme, bersama dengan unit RAID dan GIGN, dikerahkan di beberapa kota.
RAID yang merupakan satuan elite pada Kepolisian Prancis dikerahkan ke kota-kota, seperti Bordeaux, Lyon, Roubaix, Marseille dan Lille untuk membantu menangani unjuk rasa.
Setidaknya tiga kota di sekitar ibu kota Paris menerapkan jam malam, sementara larangan pertemuan publik diberlakukan dan helikopter serta drone dimobilisasi di kota tetangga Lille dan Tourcoing di wilayah Prancis bagian utara.
Meskipun pengerahan keamanan dilakukan secara besar-besaran, tindak kekerasan dan kerusakan dilaporkan terjadi di berbagai wilayah.
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Damanin menuturkan kepada BFMTV bahwa sedikitnya 421 orang telah ditangkap dalam unjuk rasa di berbagai wilayah Prancis, mulai dari Kamis (29/6) malam hingga Jumat (30/6) pagi waktu setempat.
Lebih dari separuh penangkapan itu terjadi di wilayah Paris, tepatnya di area Hauts-de-Seine, area Seine-Saint-Denis dan area Val-de-Marne.
"Tidak ada konfrontasi yang sangat kasar dalam kontak langsung dengan polisi, tetapi ada sejumlah toko yang dirusak, bisnis-bisnis yang dijarah atau bahkan dibakar," sebut seorang pejabat senior kepolisian setempat.
Bangunan umum juga menjadi target aksi kekerasan, dengan sebuah kantor polisi di kota Pau, Pyrenees dihantam bom Molotov.
Tuntutan Reformasi Kepolisian
Kelompok pegiat Jaringan Eropa Melawan Rasisme menuntut dibentuknya badan independen untuk menyelidiki kasus kematian Nahel ini.
"Berakhirnya masa depan seorang anak muda yang begitu cepat akibat aksi kekerasan oleh polisi yang rasis, menuntut keadilan dan reformasi segera," kata kelompok kampanye tersebut pada hari Kamis (29/06).
"Insiden seperti ini hanya memperlebar jurang pemisah antara penegak hukum dan orang-orang yang seharusnya mereka lindungi," tambah para pegiat.
"Hanya melalui upaya kolaboratif dan pendefinisian ulang kepolisian, kita dapat berharap untuk membawa perubahan yang berarti dan memastikan bahwa tragedi seperti ini tidak akan terjadi lagi."
Peneliti Jacques de Maillard juga berpendapat bahwa ada sesuatu yang harus diubah. Menurutnya, "bukan berarti institusi kepolisian gagal total, tapi ada tanggung jawab kolektif."
"Di mata saya, institusi ini harus memiliki tugas lebih dalam penerapan sistem perekrutannya, pelatihan dan manajemen yang menekankan pemeriksaan independen terhadap tindakan seorang petugas polisi."
Simak juga Video: Prancis Mencekam! Toko-toko di Pusat Kota Ludes Dijarah
(zap/dwia)