Mahasiswa Asal RI Dievakuasi
Imbas situasi mencengkam akibat pertempuran karena kudeta itu, mahasiswa asal Indonesia yang ada di Sudan dievakuasi. Hal itu diungkap oleh Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Sudan.
Berdasarkan keterangan resmi di situs Muhammadiyah, hingga Minggu (16/4/2023) kemarin, kobaran api masih terlihat di sekitar Universitas Internasional Afrika (IUA) Sudan.
Tentara militer Sudan mengimbau warga tidak keluar rumah pada malam hari karena ada penyisiran titik-titik lokasi pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) melalui udara. Muhammadiyah melaporkan mahasiswa Indonesia di Sudan segera dievakuasi ke lokasi aman.
"Untuk mahasiswa IUA yang di asrama saat ini tengah diungsikan di beberapa lokasi aman di dalam kampus karena bangunan asrama mahasiswi bersebelahan dengan markas paramiliter," kata PCIM Sudan, seperti dikutip, Selasa (18/4).
Sementara itu, mahasiswi Indonesia lainnya di asrama kampus Khartoum International Institute for Arabic Language (KIIFAL) juga telah diungsikan di daerah sekitar Makmuroh. Evakuasi itu dibantu seorang pengajar KIIFAL yang tinggal di daerah tersebut.
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Sudan dan Ikatan Mahasiswa Indonesia IUA telah memasok bantuan kebutuhan logistik untuk para mahasiswi yang mengungsi. Koordinasi juga dilakukan dengan Kedutaan Besar RI di Khartoum.
Ratusan Korban Tewas
Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan jumlah korban yang tewas di bentrok antara militer dan paramiliter di Sudan menjadi 185 orang. Kondisi ini membuat Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta pihak bertikai untuk berdamai.
Dilansir AFP, Selasa (18/4), kekerasan, yang meletus Sabtu (15/4), berkecamuk untuk hari ketiga hingga Senin, dengan jumlah korban tewas meningkat menjadi sedikitnya 185 orang, kata Volker Perthes, perwakilan khusus PBB untuk Sudan, kepada wartawan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta pihak-pihak yang bertikai di Sudan untuk segera menghentikan permusuhan. Karena utusannya untuk Khartoum mengatakan sedikitnya 185 orang tewas akibat pertempuran itu.
Sekjen PBB mengatakan eskalasi lebih lanjut dari konflik antara tentara dan pasukan paramiliter, yang dipimpin oleh para jenderal saingan, "bisa menghancurkan negara dan kawasan."
Diketahui, Pertempuran pecah setelah berminggu-minggu perebutan kekuasaan antara dua jenderal yang merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2021: panglima militer Sudan, Abdel Fattah al-Burhan, dan wakilnya, Mohamed Hamdan Daglo, yang memimpin Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter yang kuat.
"Saya terus berhubungan dengan para pemimpin kedua belah pihak," kata Perthes kepada wartawan di markas besar PBB di New York, melalui tautan video dari ibu kota Sudan.
PBB telah menangguhkan sebagian besar operasinya di negara itu, kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, yang menekankan bahwa PBB "tidak akan meminta staf untuk pergi bekerja ketika jelas keselamatan mereka tidak dijamin."
"Pertempuran baru ini hanya memperburuk situasi yang sudah rapuh, memaksa badan-badan PBB dan mitra kemanusiaan kami untuk sementara menutup lebih dari 250 program kami di seluruh Sudan," kata koordinator bantuan darurat PBB, Martin Griffiths, dalam sebuah pernyataan.
"Dampak dari penangguhan ini akan segera terasa, terutama di bidang ketahanan pangan dan dukungan gizi, di negara di mana sekitar 4 juta anak dan ibu hamil serta menyusui mengalami kekurangan gizi parah," tambahnya.
Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan tertutup tentang situasi di Sudan pada Senin pagi.