Pemerintah Amerika Serikat memiliki keprihatinan serius tentang kemampuan Ukraina untuk bertahan melawan serangan Rusia. Keprihatinan itu terungkap dalam dokumen yang merupakan bagian dari kumpulan dokumen sangat rahasia AS yang telah bocor dan diposting online.
Kebocoran dokumen tersebut telah memicu penyelidikan kriminal AS atas pelanggaran, yang menurut Pentagon menimbulkan risiko "sangat serius" bagi keamanan nasional.
Dilansir kantor berita AFP, Rabu (12/4/2023), pasukan Ukraina diperkirakan akan melancarkan serangan balasan terhadap pasukan Rusia yang menyerang -- serangan militer besar pertama Ukraina tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, menurut sebuah dokumen rahasia yang bocor itu, pertahanan Rusia yang tangguh dan "kekurangan Ukraina dalam pelatihan dan pasokan amunisi mungkin akan menghambat kemajuan dan memperburuk jumlah korban selama serangan itu," demikian laporan media terkemuka Washington Post.
Sebuah dokumen yang dilihat oleh AFP - yang ini ditandai "rahasia" - merinci kondisi buruk pertahanan udara Ukraina, yang berperan penting dalam melindungi dari serangan Rusia dan mencegah pasukan Moskow menguasai wilayah udara.
Negara-negara pendukung Ukraina telah bekerja untuk memperkuat pertahanan udara negara itu, dengan menyediakan teknologi canggih untuk menciptakan pertahanan berlapis yang melindungi dari serangan di ketinggian yang berbeda.
Tetapi dokumen Februari 2023 - yang keasliannya tidak dapat segera dikonfirmasi - mengatakan bahwa 89 persen pertahanan udara jarak menengah dan tinggi Ukraina terdiri dari sistem era Uni Soviet, SA-10 dan SA-11 yang bisa segera kehabisan amunisi.
Berdasarkan penggunaan amunisi pada saat itu, dokumen tersebut memproyeksikan bahwa SA-11 Ukraina akan kehabisan rudal pada akhir Maret, dan SA-10 pada awal Mei.
Kemampuan Ukraina untuk menyediakan pertahanan udara jarak menengah untuk melindungi garis depan "akan berkurang sepenuhnya pada 23 Mei," kata dokumen itu.
Lihat juga Video: Dokumen Rahasia AS Bocor, Berisi Informasi Perang Ukraina-Mossad
Washington Post melaporkan bahwa dokumen lain menyebutkan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi memerintahkan produksi 40.000 roket untuk dikirim ke Rusia. Dia mengatakan kepada para pejabat untuk merahasiakannya untuk "menghindari masalah dengan Barat."
Namun, juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby membantah laporan tersebut.
"Kami tidak melihat indikasi bahwa Mesir memberikan kemampuan persenjataan yang mematikan ke Rusia," kata Kirby kepada wartawan. "Mesir adalah mitra keamanan yang signifikan dan tetap demikian," imbuhnya.
Dia juga mengatakan bahwa Washington telah menghubungi sekutu dan mitra di "tingkat yang sangat tinggi" setelah dirilisnya dokumen tersebut, yang mencakup analisis sensitif terhadap negara-negara yang memiliki hubungan dekat dengan AS.