Korea Utara (Korut) kembali menembakkan dua rudal balistik jarak pendek pada Senin (27/3/2023). Ini merupakan peluncuran terbaru dalam serangkaian uji senjata dalam beberapa pekan terakhir.
Dilansir kantor berita AFP, Senin (27/3/2023), peluncuran itu dilakukan saat Korea Selatan dan Amerika Serikat melakukan latihan pendaratan amfibi bersama, dan hanya beberapa hari setelah mereka menyelesaikan latihan militer gabungan terbesar mereka dalam lima tahun.
Korea Utara memandang semua latihan semacam itu sebagai latihan untuk invasi. Negeri komunis itu bahkan telah berulang kali mengancam akan mengambil tindakan "luar biasa" sebagai tanggapan atas latihan militer tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Militer kami mendeteksi dua rudal balistik jarak pendek yang ditembakkan dari sekitar daerah Junghwa di provinsi Hwanghae Utara pada pukul 07:47 (2247 GMT) menuju Laut Timur," kata Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan, merujuk pada perairan yang juga dikenal sebagai Laut Jepang.
"Militer kami telah meningkatkan pengawasan dan kewaspadaan terhadap peluncuran berikutnya, sambil mempertahankan postur kesiapan penuh melalui kerja sama yang erat antara Korea Selatan dan Amerika Serikat," tambahnya.
Kementerian Pertahanan Jepang juga mengkonfirmasi peluncuran tersebut. Media Jepang yang mengutip para pejabat melaporkan bahwa kedua rudal tersebut diyakini telah terbang pada lintasan yang tidak teratur sebelum jatuh di luar zona ekonomi eksklusif Jepang.
Sebelumnya pada hari Jumat (24/3) lalu, media pemerintah Korea Utara mengklaim latihan bersama antara Seoul dan Washington adalah latihan untuk "menduduki" Korea Utara, karenanya diperlukan "pencegah perang yang lebih kuat" termasuk "kemampuan serangan nuklir yang lebih maju dan ofensif".
Sebagai respons, Pyongyang telah melakukan latihan militer, termasuk uji coba drone bawah air baru berkemampuan nuklir dan melakukan peluncuran rudal balistik antarbenua kedua tahun ini.
Media pemerintah Korea Utara mengatakan pada hari Jumat bahwa latihan "drone serangan nuklir bawah air", yang diawasi secara pribadi oleh pemimpin Kim Jong Un, diadakan "untuk mengingatkan musuh akan krisis nuklir yang sebenarnya".
Misi senjata itu adalah untuk "menyusup secara diam-diam ke perairan operasional dan membuat tsunami radioaktif berskala super ... untuk menghancurkan kapal-kapal penyerang angkatan laut dan pelabuhan operasional utama musuh," lapor kantor berita pemerintah Korut, KCNA.