Pemerintah Prancis di bawah Presiden Emmanuel Macron berhasil lolos dari dua mosi tidak percaya yang diajukan di parlemen pada Senin (20/3) waktu setempat. Mosi tidak percaya itu diajukan usai pemerintahan Macron memberlakukan reformasi pensiun kontroversial tanpa voting parlemen yang memicu protes.
Seperti dilansir AFP, Selasa (21/3/2023), pemerintahan Macron masih menghadapi tekanan kuat terkait pemberlakuan undang-undang (UU) yang mengatur reformasi pensiun yang ditolak rakyat Prancis. Demo antipemerintah terus berlangsung di berbagai wilayah, dengan 101 orang ditangkap di Paris usai bentrok dengan polisi.
Perdana Menteri (PM) Elisabeth Borne memancing kemarahan oposisi, pekan lalu, saat mengumumkan pemerintah akan menggunakan wewenang yang diatur dalam konstitusi untuk memberlakukan reformasi pensiun tanpa voting parlemen. Langkah itu memicu tuduhan perilaku anti-demokrasi.
Oposisi lantas mengajukan dua mosi tidak percaya terhadap pemerintah Prancis sebagai responsnya. Mosi tidak percaya yang pertama diajukan oleh koalisi sentris LIOT dan didukung aliran sayap kiri dalam parlemen Prancis, sedangkan mosi kedua diajukan Partai Barisan Nasional yang beraliran sayap kanan jauh.
Dalam voting mosi tidak percaya yang digelar pada Senin (20/3) waktu setempat, majelis rendah pada parlemen Prancis, atau yang disebut Majelis Nasional, menolak mosi pertama dengan selisih hanya 9 suara saja -- lebih tipis dari yang diperkirakan.
Mosi kedua juga ditolak parlemen dengan hanya 94 suara yang menyatakan dukungan.
Penolakan dua mosi tidak percaya itu berarti reformasi untuk menaikkan batas usia pensiun dari 62 tahun menjadi 64 tahun, yang ditolak publik, kini telah diadopsi secara resmi oleh legislatif.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
(nvc/ita)