Mantan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou akan mengunjungi China pada bulan ini. Itu akan menjadi kunjungan pertama dari seorang mantan pemimpin atau pemimpin aktif Taiwan sejak pemerintah Republik Rakyat China, nama resmi Taiwan, melarikan diri ke pulau itu tahun 1949 silam.
Seperti dilansir Reuters, Senin (20/3/2023), kunjungan ini akan dilakukan saat ketegangan antara Taipei dan Beijing semakin tinggi, dengan China terus meningkatkan tekanan militer dan politik untuk membuat Taiwan yang memiliki pemerintahan demokratis menerima kedaulatannya.
Ma yang tetap menjadi anggota senior partai oposisi Kuomintang (KMT) Taiwan, pernah menggelar pertemuan penting dengan Presiden Xi Jinping di Singapura pada akhir tahun 2015 lalu, sesaat sebelum Presiden Taiwan Tsai Ing-wen terpilih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kantor Ma menyebut kunjungan ke China itu akan dilakukan pada 27 Maret hingga 7 April mendatang. Ma dijadwalkan akan mengunjungi sejumlah kota seperti Nanjing, Wuhan, Changsha, Chongqing dan Shanghai.
Dalam kunjungan itu, Ma akan bertemu dengan para mahasiswa dan mengunjungi lokasi-lokasi terkait Perang Dunia II dan konflik China dengan Jepang, serta lokasi terkait revolusi 1911 yang menggulingkan kaisar terakhir China dan mengusir pemerintah Republik China keluar dari daratan utama.
Republik China hingga saat ini tetap menjadi nama resmi Taiwan.
Tidak disebutkan lebih lanjut apakah Ma akan bertemu dengan pejabat ataupun pemimpin China selama kunjungannya itu, termasuk apakah Ma akan bertemu dengan Xi.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
KMT yang secara tradisional menyukai hubungan dekat dengan China, namun dengan tegas membantah pro-Beijing. KMT semakin meningkatkan keterlibatannya dengan China sejak Beijing dan Taipei melonggarkan pembatasan perjalanan terkait COVID-19.
Bulan lalu, wakil ketua KMT Andrew Hsia mengunjungi Beijing dan bertemu dengan pemimpi senior Partai Komunis Wang Huning.
Partai Progresif Demokratik (DPP) yang kini berkuasa di Taiwan mengkritik kunjungan Hsia itu dengan menyebut KMT terlalu dekat dengan China dan ingin 'menjual' Taiwan. KMT menegaskan penting utuk menjaga saluran komunikasi tetap terbuka dengan China, khususnya di tengah ketegangan saat ini.