AS Tuding Rusia Tahan 6.000 Anak-anak Ukraina Sejak Invasi

AS Tuding Rusia Tahan 6.000 Anak-anak Ukraina Sejak Invasi

Novi Christiastuti - detikNews
Rabu, 15 Feb 2023 13:28 WIB
Russian soldiers walk through the debris of the Metallurgical Combine Azovstal, in Mariupol, on the territory which is under the Government of the Donetsk Peoples Republic control, eastern Ukraine, Monday, June 13, 2022. The plant was almost completely destroyed during the siege of Mariupol. This photo was taken during a trip organized by the Russian Ministry of Defense. (AP Photo)
Ilustrasi -- Tentara Rusia di wilayah Ukraina (dok. AP Photo)
Washington DC -

Laporan para peneliti Universitas Yale di Amerika Serikat (AS) menyebut Rusia menahan sedikitnya 6.000 anak Ukraina, diduga lebih banyak, di sejumlah lokasi yang ada di Crimea dan wilayah Rusia lainnya. Tujuan utama penahanan anak-anak itu diduga kuat untuk reedukasi politik.

Seperti dilansir Reuters, Rabu (15/2/2023), laporan yang dirilis Selasa (14/2) waktu setempat itu mengidentifikasi sedikitnya 43 kamp dan fasilitas lainnya di mana anak-anak Ukraina ditahan sebagai bagian 'jaringan sistematis skala besar' yang dioperasikan oleh Moskow sejak melancarkan invasi ke Ukraina tahun lalu.

Disebutkan juga dalam laporan itu bahwa anak-anak yang ditahan, yang mencakup mereka yang masih memiliki orangtua atau wali keluarga yang jelas, dianggap sebagai yatim-piatu oleh Rusia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anak-anak lainnya disebut berada dalam pengasuhan institusi negara Ukraina sebelum invasi dilancarkan dan mereka yang hak asuhnya tidak jelas atau tidak menentu karena perang.

"Tujuan utama fasilitas kamp yang kami identifikasi tampaknya untuk reedukasi politik," sebut salah satu peneliti Universitas Yale, Nathaniel Raymond, dalam penjelasan kepada wartawan.

ADVERTISEMENT

Beberapa anak, sebut laporan itu, dipindahkan melalui sistem dan diadopsi oleh keluarga-keluarga Rusia, atau dipindahkan ke panti asuhan di wilayah Rusia.

Dalam pernyataannya, Raymond mengungkapkan bahwa anak termuda yang diidentifikasi dalam program Rusia itu berusia hanya empat bulan.

Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.

Diungkapkan juga oleh Raymond bahwa beberapa kamp memberikan pelatihan militer kepada anak-anak dengan usia paling muda 14 tahun, namun para peneliti tidak menemukan bukti yang menunjukkan anak-anak itu kemudian dikerahkan dalam pertempuran.

Kedutaan Besar Rusia di Washington DC belum memberikan tanggapan resmi atas laporan tersebut.

Namun sebelumnya Moskow telah membantah secara sengaja menargetkan warga sipil dalam apa yang disebut sebagai 'operasi militer khusus' di Ukraina dan menepis tuduhan yang menyebut Rusia memindahkan secara paksa warga Ukraina.

Laporan yang disusun oleh Lab Penelitian Kemanusiaan Sekolah Kesehatan Publik pada Universitas Yale itu merupakan bagian dari proyek yang didukung Departemen Luar Negeri AS, yang memeriksa pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang yang diduga dilakukan oleh Rusia.

"Apa yang didokumentasikan dalam laporan ini merupakan pelanggaran jelas terhadap Konvensi Jenewa ke-4," ucap Raymond merujuk pada perjanjian yang melindungi warga sipil dalam perang.

Dia menyebut laporan itu juga bisa menjadi bukti untuk menunjukkan Rusia melakukan genosida selama perang di Ukraina, mengingat pemindahan anak untuk tujuan mengubah, merekayasa atau menghilangkan identitas nasional bisa menjadi bagian dari kejahatan genosida.

Para jaksa Ukraina sebelumnya mengatakan tengah menyelidiki tuduhan deportasi paksa terhadap anak-anak sebagai bagian dari upaya menyusun dakwaan genosida terhadap Rusia.

"Jaringan ini membentang dari satu ujung Rusia ke ujung lainnya," sebut Raymond, sembari menambahkan bahwa para peneliti meyakini jumlah fasilitas tempat anak-anak Rusia ditahan melebihi 43 unit.

Disebutkan juga oleh laporan itu bahwa sistem kamp dan adopsi oleh keluarga Rusia terhadap anak-anak Ukraina tersebut 'tampaknya disahkan dan dikoordinasikan pada level tertinggi pemerintah Rusia', yang dimulai dengan Presiden Vladimir Putin dan meluas hingga ke pejabat-pejabat daerah.

Secara terpisah, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengindikasikan bahwa tindakan bisa diambil terhadap 12 individu, yang disebut oleh laporan Universitas Yale itu, belum berada di bawah sanksi AS.

"Kami selalu mencari individu-individu yang mungkin bertanggung jawab atas kejahatan perang, atas kekejaman di dalam Ukraina. Hanya karena kami belum menjatuhkan sanksi kepada individu sampai saat ini, tidak berarti tidak akan ada tindakan apapun di masa mendatang yang mungkin kami ambil," sebutnya.

Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads