Rusia dilaporkan mengerahkan pasukan militer tambahan ke wilayah Ukraina bagian timur dalam beberapa waktu terakhir. Pengerahan pasukan tambahan itu dinilai mengisyaratkan serangan terbaru yang mungkin dilancarkan Moskow dalam waktu dekat.
Namun demikian, seperti dilansir Reuters, Selasa (7/2/2023), intelijen Inggris menilai kecil kemungkinan Rusia memiliki pasukan yang cukup untuk secara signifikan mempengaruhi perang dalam beberapa pekan ke depan.
Di tengah penantian datangnya bantuan militer Barat, Ukraina mengantisipasi serangan besar-besaran yang mungkin dilancarkan Rusia untuk alasan-alasan 'simbolis' guna menandai setahun invasi ke Ukraina yang dimulai 24 Februari 2022. Moskow bersikeras menyebut invasinya sebagai 'operasi militer khusus'.
Pasukan Kiev sendiri merencanakan rentetan serangan balasan untuk merebut kembali wilayah-wilayahnya yang kini dikuasai pasukan Moskow. Namun negara itu juga sedang menunggu pengiriman rudal jarak jauh dan tank tempur yang dijanjikan sekutu-sekutu Barat.
Sejumlah analis menyebut Ukraina masih jauh dari siap untuk melancarkan serangan balasan terhadap Rusia dan menggunakan pasokan senjata Barat yang canggih.
"Kami melihat semakin banyak pasukan cadang (Rusia) yang dikerahkan ke arah kami, kami melihat lebih banyak peralatan dibawa masuk," tutur Gubernur Provinsi Luhansk, Serhiy Haidai. Provinsi Luhansk yang terletak di Ukraina bagian timur diketahui sebagian besar dikuasai pasukan separatis pro-Rusia.
"Mereka membawa amunisi yang digunakan berbeda dari sebelumnya -- tidak lagi gempuran sepanjang waktu. Mereka perlahan mulai menyimpan, bersiap untuk serangan skala penuh," ucap Haidai dalam pernyataan kepada televisi lokal Ukraina.
"Kemungkinan besar mereka membutuhkan 10 hari untuk mengumpulkan pasukan cadangan. Setelah 15 Februari, kami bisa mengharapkan (serangan) kapan saja," imbuhnya merujuk pada serangan terbaru Rusia.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Simak Video: Bantuan Iraq Hingga Rusia Untuk Korban Gempa Turki-Suriah