Seorang hakim federal Amerika Serikat (AS) menjatuhkan hukuman kepada mantan Presiden Donald Trump dan pengacaranya untuk membayar sebesar nyaris US$ 1 juta (Rp 15,1 miliar) atas gugatan 'sembrono' yang mengklaim Hillary Clinton berusaha mencurangi pemilu tahun 2016 lalu.
Seperti dilansir AFP, Jumat (20/1/2023), hakim distrik AS John Middlebrooks menyatakan Trump, yang kembali maju capres dalam pemilu 2024, telah menunjukkan 'pola berkelanjutan untuk menyalahgunakan pengadilan' dan mengajukan gugatan 'demi memuluskan narasi politik secara tidak jujur'.
Gugatan hukum itu, yang ditolak Middlebrooks tahun lalu, mengklaim bahwa Hillary -- yang kalah dari Trump dalam pilpres 2016, dan beberapa pihak lainnya telah menciptakan narasi palsu yang menuduh kampanye Trump berkolusi dengan Rusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trump meminta ganti rugi sebesar US$ 70 juta dalam gugatan hukum ini.
Namun, Middlebrooks dalam perintah tertulis pengadilan setebal 45 halaman, menyatakan bahwa gugatan itu 'seharusnya tidak pernah diajukan'.
"Tidak cukupnya gugatan itu untuk menjadi tuntutan hukum telah terbukti sejak awal. Tidak ada pengacara yang masuk akal yang akan mengajukan gugatan itu. Itu dimaksudkan untuk tujuan politik, tidak ada perubahan gugatan yang menyatakannya tuntutan hukum yang diakui," tulis Middlebrooks dalam perintah pengadilan itu.
Perintah itu juga menjatuhkan hukuman kepada pengacara Trump, Alina Habba.
Simak video 'Hillary Clinton Sebut Trump Gagal Tangani Virus Corona di AS':
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Trump dan pengacaranya dinyatakan secara bersama-sama bertanggung jawa atas jumlah total hukuman yang dijatuhkan Middlebrooks untuk menutupi biaya hukum pihak tergugat. Disebutkan bahwa besaran biaya itu mencapai US$ 937.989,39 atau nyaris US$ 1 juta.
Middlebrooks juga menyebut Trump sebagai 'seorang penggugat yang produktif dan canggih, yang berulang kali menggunakan pengadilan untuk membalas dendam pada musuh politiknya'.
"Dia adalah dalang utama dari penyalahgunaan strategis terhadap proses peradilan, dan dia tidak bisa dipandang sebagai pihak yang berperkara secara membabi buta atas saran pengacara. Dia mengetahui dengan baik dampak dari tindakannya," sebut Middlebrooks, merujuk pada Trump.