Mantan 'Pengantin' ISIS Diadili di Australia, Terancam 10 Tahun Bui

ADVERTISEMENT

Mantan 'Pengantin' ISIS Diadili di Australia, Terancam 10 Tahun Bui

Novi Christiastuti - detikNews
Jumat, 06 Jan 2023 14:05 WIB
Women and children gather in front their tents at al-Hol camp that houses some 60,000 refugees, including families and supporters of the Islamic State group, many of them foreign nationals, in Hasakeh province, Syria, Saturday, May 1, 2021. Kurdish officials say security has improved at the sprawling camp in northeast Syria, but concerns are growing of a coronavirus outbreak in the facility. (AP Photo/Baderkhan Ahmad)
Wanita Australia yang disidang itu baru dipulangkan dari kamp tahanan Suriah usai 'kekhalifahan' ISIS kolaps (dok. AP/Baderkhan Ahmad)
Canberra -

Seorang wanita Australia yang baru saja diselamatkan dari kamp tahanan Suriah dan dipulangkan ke negara asalnya, mulai menjalani persidangan. Wanita berusia 31 tahun itu dijerat berbagai dakwaan terkait peran mantan suaminya yang merupakan anggota kelompok radikal Islamic State (ISIS).

Seperti dilansir AFP, Jumat (6/1/2023), wanita bernama Mariam Raad (31) ini dipulangkan ke Australia pada Oktober tahun lalu, sebagai bagian dari misi kemanusiaan untuk membebaskan wanita-wanita Australia dan anak-anak mereka dari kamp tahanan di Al-Hol dan Roj, Suriah.

Wanita-wanita Australia yang dibebaskan dari kamp tahanan Suriah itu kebanyakan para istri dari militan ISIS, yang mengakui mereka dipaksa atau ditipu untuk mengikuti suami mereka ke Suriah.

Kepolisian Australia menangkap Raad pada Kamis (5/1) waktu setempat dan menuduhnya telah mengetahui mantan suaminya, yang bernama Muhammad Zahab, merupakan perekrut ISIS ternama dan bahwa dirinya 'bersedia melakukan perjalanan ke wilayah konflik'.

Raad dijerat dakwaan melakukan perjalanan ke sejumlah wilayah Suriah yang dikuasai ISIS -- tindak kriminal di bawah Undang-undang (UU) Australia. Dakwaan itu memiliki ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara jika terbukti bersalah.

Raad dibebaskan dengan jaminan setelah sidang awal digelar secara singkat pada Jumat (6/1) pagi waktu setempat. Sidang kasus ini akan dilanjutkan pada Maret mendatang. Pembebasan dengan jaminan itu mencakup kewajiban menyerahkan paspor dan larangan menonton 'propaganda' dari 'organisasi teroris' manapun.

"Kami memiliki nol toleransi untuk warga Australia, atau siapa saja, yang berusaha melakukan tindak kekerasan atau ekstremisme, dan mereka yang mempertimbangkan untuk melakukan hal yang salah akan menjadi perhatian kami," tegas komandan antiterorisme Kepolisian Australia Mark Walton.

Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.



ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT