Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat Antony Blinken meminta pemerintah China untuk berbagi informasi tentang wabah COVID-19 yang kembali mengganas di wilayahnya. Blinken menyebut jumlah kasus COVID-19-nya yang melonjak telah berdampak pada dunia.
Menlu AS itu pun kembali menyampaikan tawaran untuk berbagi vaksin AS.
"Sangat penting bagi semua negara, termasuk China, untuk fokus pada orang-orang yang divaksinasi, menyediakan tes dan pengobatan, dan yang terpenting, berbagi informasi dengan dunia tentang apa yang mereka alami," kata Blinken dalam konferensi pers seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (23/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini berimplikasi tidak hanya untuk China, tapi untuk seluruh dunia. Jadi kami ingin melihat itu terjadi," ujar Blinken.
Blinken mengatakan bahwa China, yang sering menjadi musuh AS, belum meminta bantuan terkait wabah COVID-19.
Beijing sebelumnya telah mempromosikan ekspor vaksin buatan sendiri yang dinilai oleh pakar-pakar kesehatan internasional kurang efisien dibanding vaksin buatan AS.
"Kami sepenuhnya siap memberikan bantuan kepada siapa pun yang memintanya jika menurut mereka itu berguna," tutur Blinken.
Blinken, yang merencanakan kunjungan ke Beijing pada awal 2023 seiring meredanya ketegangan AS-China, mengatakan bahwa Amerika Serikat memiliki kepentingan kemanusiaan dan pribadi dalam membatasi wabah COVID di China.
"Setiap kali virus menyebar atau berpindah-pindah, ada kemungkinan varian baru berkembang, varian itu menyebar lebih jauh, dan itu datang dan menyerang kita atau negara lain," kata Blinken.
"Dan kemudian, seperti yang telah kita lihat, ada implikasi yang jelas bagi ekonomi global," ujarnya tentang kebijakan COVID di China, ekonomi terbesar dunia setelah Amerika Serikat.
China, tempat virus Corona pertama kali terdeteksi tiga tahun lalu, telah menerapkan kebijakan nol kasus termasuk lockdown yang ketat. Namun, hal itu tiba-tiba berubah awal bulan ini menyusul aksi-aksi protes massal yang jarang terjadi.
Di China, banyak lansia yang tidak divaksinasi, dan krematorium di beberapa wilayah China telah kewalahan dengan gelombang terbaru COVID-19, menurut laporan sejumlah media.