Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim menyatakan pemerintahannya akan mengkaji ulang rencana jaringan 5G milik negara yang diperkenalkan oleh pemerintahan sebelumnya. Alasannya, rencana penerapan jaringan 5G itu tidak dirumuskan secara transparan.
Seperti dilansir Reuters, Senin (5/12/2022), otoritas Malaysia pada tahun 2021 lalu mengungkapkan badan milik negara untuk memiliki spektrum 5G, dengan berbagai operator telekomunikasi menggunakan infrastruktur itu untuk memberikan layanan seluler.
Spektrum kepemilikan tunggal tersebut memicu kekhawatiran dari operator telekomunikasi utama di negara itu soal penetapan harga, transparansi dan monopoli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam konferensi pers pada Senin (5/12) waktu setempat menyusul rapat kabinet pertamanya, Anwar menyatakan bahwa rencana jaringan 5G akan dievaluasi untuk memastikan itu mematuhi prosedur secara ketat.
"Itu perlu ditinjau ulang karena tidak dilakukan secara transparan," ucap Anwar, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Diketahui bahwa pengenalan jaringan 5G dilakukan pemerintah Malaysia di bawah kepemimpinan mantan PM Muhyiddin Yassin tahun 2021 lalu. Belum ada komentar resmi dari Muhyiddin maupun juru bicaranya soal rencana Anwar meninjau ulang rencana tersebut.
Pemerintahan era Muhyiddin sebelumnya membela rencana pengenalan jaringan 5G di Malaysia, dengan menyatakan hal itu akan mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi dan mempercepat pembangunan infrastruktur.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Dalam konferensi pers awal pekan ini, Anwar juga mengatakan bahwa pemerintahannya akan merevisi dan menyempurnakan rencana anggaran tahun 2023 yang diajukan pada Oktober. Rencana anggaran itu diajukan ke parlemen oleh pemerintahan sebelumnya, namun tidak disahkan karena adanya pemilu yang dipercepat.
Ditegaskan juga oleh Anwar bahwa pemerintahannya tidak akan membatalkan keputusan tertentu yang diambil oleh pemerintahan sebelumnya. Namun dia tidak menyebutkan lebih lanjut keputusan yang dimaksud.
Akhir bulan lalu, Anwar ditunjuk menjadi PM Malaysia oleh Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah dan telah dilantik secara resmi. Dia mengumumkan susunan kabinetnya pada Jumat (2/12) pekan lalu, menyertakan seorang tokoh politik senior Malaysia yang terjerat kasus korupsi yang ditunjuk menjadi Wakil PM.
Ahmad Zahid Hamidi, pemimpin koalisi Barisan Nasional (BN) dan ketua partai UMNO, ditunjuk menjadi salah satu Wakil PM oleh Anwar. Wakil PM lainnya adalah Fadillah Yusof dari koalisi Gabungan Partai Sarawak (GPS). Baik BN maupun GPS menjadi bagian dari koalisi pemerintahan persatuan yang dipimpin Anwar.
Penunjukan Ahmad Zahid sebagai Wakil PM oleh Anwar memicu kritikan tajam, karena politikus senior itu terjerat 47 dakwaan korupsi, mulai dari penyuapan, pencucian uang hingga pelanggaran kepercayaan. Ahmad Zahid menegaskan dirinya tidak bersalah atas dakwaan-dakwaan itu dan telah dibebaskan dari dakwaan oleh Pengadilan Tinggi Malaysia pada September lalu.
Dalam tanggapan atas kritikan yang muncul, Anwar menegaskan dirinya tidak akan mengkompromikan janjinya memerangi korupsi meskipun menunjuk Ahmad Zahid sebagai Wakil PM dalam pemerintahannya.
"Saya mempercayai tim kabinet saya bertekad untuk memastikan kami mengikuti aturan yang ketat dan prinsip pemerintahan yang baik," tegas Anwar, sembari menyebut sistem-sistem sebelumnya 'memungkinkan para pemimpin untuk mencuri'.