Militer Korea Selatan (Korsel) mengerahkan jet siluman F-35A pada hari Jumat setelah mendeteksi mobilisasi 180 pesawat tempur Korea Utara (Korut). Ini terjadi di saat Korsel melakukan latihan udara bersama skala besar dengan Amerika Serikat, yang telah membuat marah Pyongyang.
Korea Utara telah meluncurkan serangkaian peluncuran rudal yang memecahkan rekor minggu ini, termasuk uji coba rudal balistik antarbenua yang gagal pada hari Kamis (3/11).
Seoul dan Washington memperpanjang latihan udara bersama terbesar mereka hingga Sabtu sebagai tanggapan atas rentetan peluncuran rudal Korut tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Militer kami mendeteksi sekitar 180 pesawat tempur Korea Utara yang dimobilisasi di wilayah udara Pyongyang," kata Kepala Staf Gabungan Seoul, seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (4/11/2022).
Dia menambahkan bahwa Seoul "mengerahkan 80 jet tempur termasuk F-35A" sementara jet-jet tempur yang terlibat dalam latihan bersama juga "mempertahankan kesiapan".
Sebelumnya, tak lama setelah Korea Selatan mengumumkan keputusan untuk memperpanjang latihan militer bersama AS pada hari Kamis (3/11), Pyongyang kembali meluncurkan tiga rudal balistik jarak pendek. Pyongyang menyebut perpanjangan latihan militer bersama itu "pilihan yang sangat berbahaya dan salah".
Beberapa jam kemudian, Korea Utara menembakkan 80 peluru artileri yang mendarat di "zona penyangga" maritim, kata militer Seoul.
Simak juga 'Suara Sirene Meraung-meraung di Jepang, Menandai Rudal Korea Utara':
Rentetan itu merupakan "pelanggaran yang jelas" terhadap perjanjian 2018 yang menetapkan zona penyangga dalam upaya untuk mengurangi ketegangan antara kedua belah pihak, kata Kepala Staf Gabungan Seoul.
Tembakan artileri tersebut terjadi setelah Pyongyang menembakkan sekitar 30 rudal pada Rabu dan Kamis lalu, termasuk rudal balistik antarbenua dan satu rudal yang mendarat di dekat perairan teritorial Korea Selatan, untuk pertama kalinya sejak berakhirnya Perang Korea pada tahun 1953.
Pyongyang sebelumnya menyebut latihan udara bersama, yang dinamai Vigilant Storm tersebut sebagai "latihan militer yang agresif dan provokatif yang menargetkan negaranya". Pyongyang pun mengancam bahwa Washington dan Seoul akan "membayar harga paling mengerikan dalam sejarah" jika latihan itu terus berlanjut.