Korea Utara (Korut) tercatat menembakkan lebih banyak rudal dalam 24 jam terakhir dibandingkan sepanjang tahun 2017 lalu, saat Kim Jong-Un berselisih dengan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam tahun yang disebut sebagai tahun 'api dan kemarahan'.
Seperti dilansir AFP, Jumat (4/11/2022), Pyongyang dilaporkan menembakkan sedikitnya 23 rudal dalam sehari atau sepanjang Rabu (2/11) waktu setempat dan meluncurkan sebuah rudal ICBM pada Kamis (3/11) waktu setempat.
Laporan terbaru militer Korea Selatan (Korsel) juga menyebut Korut menembakkan 80 peluru artileri ke zona perbatasan maritim dengan Korsel, sesaat sebelum Kamis (3/11) tengah malam. Seoul menyebut aktivitas Pyongyang itu jelas melanggar perjanjian antar-Korea tahun 2018.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa yang memicu peluncuran rudal Korut yang jumlahnya memecahkan rekor itu? Para analis menilai latihan militer gabungan yang tengah digelar oleh AS dan Korsel sebagai faktor kunci.
Latihan militer gabungan dengan nama Vigilant Storm itu disebut sebagai latihan udara gabungan terbesar antara Washington DC dan Seoul yang beraliansi. Ratusan pesawat tempur dari kedua negara dikerahkan dalam latihan simulasi selama 24 jam sehari untuk beberapa hari ke depan.
Vigilant Storm yang seharusnya berakhir pada Jumat (4/11) waktu setempat, telah diperpanjang menyusul aktivitas peluncuran rudal Korut yang meningkat. Angkatan Udara Korsel menyebut perpanjangan dilakukan demi 'mempertahankan postur keamanan gabungan yang ketat' dalam menghadapi provokasi Korut.
Latihan militer tahunan itu, sebut Angkatan Udara Korsel, membutuhkan 'perencanaan dan persiapan berbulan-bulan'. Angkatan Udara Korsel menyebut sekitar 240 pesawat tempur AS dan Korsel dilibatkan dalam latihan tahun ini.
Ratusan pesawat tempur itu akan melakukan sekitar 1.600 simulasi serangan mendadak -- tercatat sebagai yang terbesar dalam latihan semacam ini. "Memperkuat kemampuan operasional dan taktis dari operasi udara gabungan," sebut Angkatan Udara Korsel soal latihan itu.
Simak video 'Momen Angkatan Udara Korea Selatan Luncurkan Rudal ke Perbatasan Korea Utara':
Mengapa latihan militer gabungan AS-Korsel itu penting?
Latihan udara gabungan itu melibatkan sejumlah jet tempur canggih AS dan Korsel, termasuk jet tempur siluman F-35A dan F-35B. Kedua jet tempur siluman buatan AS itu dirancang untuk memproduksi tanda radar sekecil mungkin, atau dengan kata lain bisa terbang tanpa terdeteksi radar militer.
Peneliti pada Institut Sejong, Cheong Seong-chang, menyebut Korut mungkin memiliki senjata nuklir -- sementara Korsel tidak memilikinya -- tapi Angkatan Udara Pyongyang diketahui merupakan yang terlemah dalam jajaran militer negara terisolasi itu.
Angkatan Udara Korut, sebut Cheong, kemungkinan tidak mampu melawan teknologi pesawat siluman. "Kebanyakan pesawat Korea Utara sudah ketinggalan zaman ... negara itu memiliki sangat sedikit jet tempur canggih," sebut Cheong dalam pernyataan kepada AFP.
"Korea Utara tidak memiliki banyak minyak yang dibutuhkan untuk pesawat, sehingga pelatihan juga tidak dilakukan dengan baik," imbuhnya.
Apa yang ditakutkan Kim Jong-Un dari latihan militer gabungan itu?
Para pakar menilai Kim Jong-Un mengkhawatirkan jet-jet tempur siluman.
Musim panas ini, muncul laporan yang menyebut pasukan komando AS dan Korsel mempraktikkan apa yang disebut 'serangan pemenggalan kepala' -- yang merujuk pada penggulingan pemimpin Korut dalam operasi militer yang berlangsung secepat kilat.
Peneliti pada Institut Asan untuk Kajian Kebijakan, Go Myung-hyun, menilai rentetan peluncuran rudal Korut pekan ini dipicu oleh 'latihan Vigilant Storm yang melibatkan jet-jet tempur siluman F-35'. Pyongyang, sebut Go, meyakini jet-jet tempur siluman akan 'digunakan dalam operasi pemenggalan kepala'.
Para pakar mengatakan ada tanda-tanda tambahan bahwa Kim Jong-Un tengah dilanda kekhawatiran, dengan merujuk pada revisi undang-undang nuklir Korut pada September lalu. Diketahui bahwa undang-undang baru itu memungkinkan serangan nuklir pertama dan menempatkan nuklir Korut di bawah 'komando monolitik' Kim Jong-Un.
Undang-undang baru itu menyatakan jika 'sistem komando dan kendali' nuklir Korut -- dalam hal ini Kim Jong-Un -- 'ditempatkan dalam bahaya karena serangan pasukan musuh, maka serangan nuklir akan diluncurkan secara otomatis dan segera'.
Pyongyang dalam komentarnya pekan ini menyebut latihan gabungan Vigilant Storm sebagai 'latihan militer agresif dan provokatif yang menargetkan DPRK' -- nama resmi Korut, Republik Demokratik Rakyat Korea.