Para pekerja penyelamat Bangladesh menemukan mayat empat awak kapal keruk yang hilang, menjadikan jumlah korban tewas akibat Topan Sitrang kini menjadi 28 orang. Topan ini juga menyebabkan jutaan orang tanpa listrik.
Topan - setara dengan badai di Atlantik atau topan di Pasifik - adalah ancaman biasa di kawasan itu. Namun, para ilmuwan mengatakan perubahan iklim kemungkinan membuat topan lebih intens dan sering.
Topan Sitrang mendarat di Bangladesh selatan pada hari Senin (24/10) lalu, tetapi pihak berwenang berhasil menyelamatkan sekitar satu juta orang sebelum badai monster melanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan kecepatan angin 80 kilometer (55 mil) per jam, topan itu meninggalkan jejak kehancuran di wilayah pesisir dataran rendah yang padat penduduknya, yang merupakan rumah bagi puluhan juta orang.
Pemerintah Bangladesh mengatakan hampir 10.000 rumah beratap seng "hancur atau rusak", dan tanaman di sebagian besar lahan pertanian hancur pada saat inflasi pangan mencapai rekor tinggi.
Para penyelam pemadam kebakaran menemukan mayat empat awak kapal keruk yang tenggelam saat badai di Teluk Benggala.
"Kami menemukan satu mayat pada Selasa malam dan tiga lagi pagi ini. Empat awak masih hilang," kata Abdullah Pasha dari pemadam kebakaran kepada AFP.
Simak Video '9 Orang Meninggal Dunia Usai Topan Sitrang Menerjang Bangladesh':
Hampir lima juta orang masih tanpa listrik pada hari Rabu (26/10), kata pejabat Dewan Listrik Pedesaan Debashish Chakrabarty kepada AFP.
Sementara itu, hampir satu juta orang yang dievakuasi dari daerah dataran rendah kini telah kembali ke rumah mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, prakiraan yang lebih baik dan perencanaan evakuasi yang lebih efektif telah secara dramatis mengurangi jumlah korban tewas akibat badai semacam itu.
Badai yang tercatat terburuk, adalah pada tahun 1970 yang menewaskan ratusan ribu orang.