Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengingatkan Beijing bahwa pulau itu tidak akan pernah melepaskan cara hidup demokratisnya. Hal itu disampaikannya dalam pidato hari nasional di mana dia menyamakannya dengan invasi Rusia ke Ukraina.
Sebanyak 23 juta orang hidup di Taiwan yang berada di bawah ancaman invasi terus-menerus oleh Partai Komunis China. Perang Rusia di Ukraina telah memperdalam kekhawatiran bahwa Beijing mungkin mencoba sesuatu yang serupa dengan pulau itu.
Dilansir kantor berita AFP, Senin (10/10/2022), dalam pidatonya, Presiden Tsai Ing-wen membandingkan invasi Moskow dengan tujuan Beijing untuk menguasai Taiwan suatu hari nanti -- yang telah dijanjikan akan dilakukan, dengan paksa jika perlu.
Tsai menegaskan, China seharusnya tidak berpikir ada ruang untuk kompromi dalam komitmen rakyat Taiwan terhadap demokrasi dan kebebasan.
"Kami benar-benar tidak dapat mengabaikan tantangan yang ditimbulkan oleh ekspansi militer ini terhadap tatanan dunia yang bebas dan demokratis," katanya.
"Penghancuran demokrasi dan kebebasan Taiwan akan menjadi kekalahan besar bagi demokrasi dunia," tambahnya.
Taiwan dan China berpisah pada akhir Perang Saudara China pada tahun 1949.
Presiden China Xi Jinping telah meningkatkan tekanan diplomatik, ekonomi dan militer di Taipei dalam beberapa tahun terakhir, dan merupakan sekutu utama pemimpin Rusia Vladimir Putin.
Simak juga video 'Ide Kontroversial Elon Musk untuk Akhiri Konflik China-Taiwan':
(ita/ita)