Empat wilayah Ukraina yang dikuasai pasukan Moskow akan menggelar referendum untuk bergabung dengan Rusia pada pekan ini. Kremlin yang menyatakan dukungan, menyebut referendum itu akan 'mengubah sepenuhnya' arah masa depan Rusia.
Di sisi lain, seperti dilansir Associated Press, Rabu (21/9/2022), upaya Rusia mencaplok empat wilayah Ukraina itu dinilai akan memberikan panggung kepada Kremlin untuk semakin memperluas perang, usai dipukul mundur pasukan Kiev beberapa waktu terakhir.
Otoritas pro-Rusia yang menguasai wilayah timur dan selatan Ukraina mengumumkan pada Selasa (20/9) waktu setempat bahwa voting untuk referendum telah dijadwalkan untuk digelar mulai Jumat (23/9) mendatang di wilayah Luhansk, Kherson, dan sebagian wilayah Zaporizhzhia dan Donetsk yang dikuasai Moskow.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dmitry Medvedev, mantan Presiden Rusia yang juga sekutu dekat Presiden Vladimir Putin, menyatakan referendum itu diperlukan, terutama saat Moskow mengalami kemunduran dalam operasi di Ukraina.
Medvedev yang kini menjabat Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia yang dipimpin Putin, menyebut referendum yang membawa empat wilayah Ukraina bergabung dengan Rusia itu akan membuat perubahan perbatasan 'tidak terhindarkan' dan memampukan Moskow menggunakan 'cara apapun' dalam mempertahankannya.
Dalam pernyataannya, Medvedev yang menjabat Presiden Rusia periode tahun 2008-2012 lalu menilai referendum itu penting untuk melindungi warga dan akan 'sepenuhnya mengubah' arah masa depan Rusia.
"Setelah referendum digelar dan wilayah-wilayah baru dibawa ke dalam Rusia, transformasi geopolitik dunia akan menjadi tidak terhindarkan," cetus Medvedev.
Simak juga 'Rusia Luncurkan Serangkaian Serangan di Donbas':
"Pelanggaran terhadap wilayah Rusia adalah kejahatan yang akan menjamin segala cara untuk mempertahankan diri," sebutnya, sembari menyatakan bahwa Rusia nantinya akan menetapkan wilayah-wilayah baru dalam konstitusi.
"Itulah mengapa mereka sangat takut dengan referendum itu, di Kiev dan di Barat. Itulah mengapa referendum harus digelar," tegas Medvedev.
Tahun 2014 lalu, Rusia mengirimkan pasukannya ke Semenanjung Crimea yang ada di Ukraina, kemudian menggelar referendum di sana yang membuka jalan bagi pencaplokan oleh Moskow. Pencaplokan Crimea itu tidak pernah diakui secara internasional.