Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong telah mengumumkan bahwa negara itu akan mencabut undang-undang era kolonial yang mengkriminalisasi hubungan seks gay. Meski begitu, dia menyatakan bahwa pemerintah akan terus "menegakkan" pernikahan sebagai antara pria dan wanita.
"Pemerintah akan mencabut (undang-undang) dan mendekriminalisasi seks antar laki-laki. Saya percaya ini adalah hal yang benar untuk dilakukan, dan sesuatu yang sekarang akan diterima oleh sebagian besar warga Singapura," katanya dalam pidatonya seperti dilansir kantor berita AFP, Senin (22/8/2022).
Lee menambahkan bahwa sikap telah berubah sejak 15 tahun lalu ketika pemerintah memutuskan bahwa UU tersebut akan tetap ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lee mengatakan bahwa kaum gay "sekarang lebih diterima" secara lokal, terutama di kalangan anak muda Singapura.
Pencabutan pasal 377A KUHP Singapura itu "akan membawa hukum sesuai dengan adat istiadat sosial saat ini, dan saya berharap, memberikan sedikit kelegaan bagi kaum gay Singapura", kata Lee.
Diwarisi dari era kolonial Inggris, pasal 377A KUHP Singapura menetapkan hukuman atas hubungan seks antara laki-laki dengan hukuman hingga dua tahun penjara.
Para pegiat hak-hak gay telah lama mengatakan undang-undang itu bertentangan dengan budaya negara yang semakin modern dan dinamis tersebut, dan telah dua kali menggugat UU tersebut namun gagal.
Lihat juga video 'Pawai LGBT di Turki Berakhir Ricuh, Polisi Tangkap 36 Orang':
Namun Lee, menegaskan bahwa mencabut pasal 377A tersebut tidak berarti mengubah aturan mengenai pernikahan.
Lee mengatakan bahwa pemerintah mengakui bahwa "kebanyakan orang Singapura tidak ingin pencabutan itu memicu perubahan drastis dalam norma-norma sosial kita secara menyeluruh", termasuk bagaimana pernikahan didefinisikan dan bagaimana hal itu diajarkan di sekolah.
"Oleh karena itu, bahkan saat kami mencabut pasal 377A, kami akan menegakkan dan menjaga institusi pernikahan", katanya. Dia menekankan bahwa sesuai UU "hanya pernikahan antara satu pria dan satu wanita yang diakui di Singapura".