AS Dakwa Pengawal Revolusi Iran Coba Bunuh Pompeo-Eks Penasihat Trump

AS Dakwa Pengawal Revolusi Iran Coba Bunuh Pompeo-Eks Penasihat Trump

Marlinda Oktavia Erwanti - detikNews
Kamis, 11 Agu 2022 15:43 WIB
Presiden AS Donald Trump Berusaha Hentikan Penerbitan Buku John Bolton
Foto: Mantan penasihat keamanan Donald Trump, John Bolton (DW (News)
Washington DC -

Amerika Serikat (AS) mendakwa anggota Korps Pengawal Revolusi Iran merencanakan pembunuhan terhadap John Bolton, penasihat keamanan nasional untuk mantan Presiden Donald Trump. Rencana itu gagal lantaran pembunuh bayaran yang disewa merupakan informan FBI.

Dilansir dari AFP, Kamis (11/8/2022), Departemen Kehakiman menuduh Shahram Poursafi alias Mehdi Rezayi (45) dari Teheran, kemungkinan termotivasi untuk membunuh Bolton sebagai pembalasan atas kematian Qassem Soleimani, Komandan Korps Pengawal Revolusi Islam Iran yang tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS pada Januari 2020.

Pengadilan AS mengungkap bahwa pada bulan Oktober, Poursafi yang berada di Iran, mengontak seseorang tak dikenal di Negeri Paman Sam. Poursafi saat itu mengaku ingin memesan foto Bolton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Orang tak dikenal itu kemudian memberikan kontak lain kepada warga Iran itu, yang kemudian diminta untuk membunuh Bolton dengan imbalan 300 ribu dolar AS. Poursafi bahkan menawarkan imbalan 1 juta dolar AS jika orang tersebut bisa membunuh target kedua.

Berkas pengadilan tidak membeberkan siapa target yang dimaksud. Namun, menurut media AS, target kedua itu adalah Menteri Luar Negeri era Trump Mike Pompeo.

ADVERTISEMENT

Nahasnya, orang yang dikontak oleh Poursafi merupakan informan dari FBI.

FBI dalam pernyataan tertulisnya menjelaskan bagaimana informan tersebut menghilang selama berbulan-bulan ketika para penyelidik tampaknya mencari informasi lebih lanjut tentang Poursafi, organisasi dan atasannya, dan jaringan terpisahnya di dalam Amerika Serikat.

Poursafi didakwa dengan menggunakan fasilitas perdagangan antarnegara untuk menyewa pembunuh bayaran dengan ancaman 10 tahun penjara. Dia juga didakwa menyediakan dan berusaha memberikan dukungan material untuk rencana pembunuhan transnasional, yang diancam dengan hukuman 15 tahun.

Departemen kehakiman mengatakan Poursafi saat ini masih buron dan mungkin berada di Iran. FBI pada hari Rabu telah merilis poster 'most wanted' Poursafi.

"Jika Iran menyerang salah satu warga negara kami, termasuk mereka yang terus melayani Amerika Serikat atau mereka yang sebelumnya bertugas, Iran akan menghadapi konsekuensi berat," kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan setelah dakwaan diumumkan.

Atas dakwaan itu, Iran bereaksi keras. Dia menyebut tuduhan AS terhadap Poursafi tidak berdasar.

"Iran sangat memperingatkan terhadap tindakan apa pun terhadap warga Iran dengan dalih tuduhan konyol dan tidak berdasar ini," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Nasser Kanaani.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Saksikan juga 'Trump Tutup Mulut Diperiksa Jaksa Agung soal Tuduhan Penipuan':

[Gambas:Video 20detik]



Motif Poursafi

Dalam pesan terenkripsi dengan informan, Poursafi mengatakan bahwa plot tersebut terkait dengan keinginan Teheran untuk membalas dendam atas pembunuhan Soleimani oleh AS.

Soleimani adalah kepala Pasukan Quds dan secara pribadi memelihara jaringan sekutu dan proksinya di seluruh wilayah Teluk. Dia menjadi sasaran serangan pesawat tak berawak AS tepat setelah dia mendarat di bandara Baghdad pada 7 Januari 2020.

Sejak itu, Teheran telah bersumpah untuk membalas dendam, dan Amerika Serikat telah meningkatkan keamanan untuk pejabat terkemuka saat ini dan mantan pejabat, termasuk Pompeo, yang memimpin Departemen Luar Negeri ketika Soleimani terbunuh.

Bolton, seperti Pompeo yang merupakan kritikus keras Iran, adalah penasihat keamanan nasional di Gedung Putih mantan presiden Donald Trump dari April 2018 hingga September 2019, dan duta besar untuk PBB dari 2005-2006.

Dia sangat menentang kesepakatan 2015 yang membatasi program nuklir Iran, dan mendukung penarikan sepihak pemerintahan Trump dari pakta tersebut pada Mei 2018.

Bolton mengecam pemerintah Iran sebagai "pembohong, teroris dan musuh Amerika Serikat" dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu.

Tidak ada reaksi langsung dari Teheran, yang sedang meninjau rancangan kesepakatan akhir untuk memulihkan kesepakatan nuklir 2015, yang secara resmi disebut Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA).

Selama berbulan-bulan, Teheran menahan perjanjian baru itu, menuntut agar Amerika Serikat menghapus penunjukan Pengawal Revolusi sebagai sponsor terorisme.

Tetapi AS telah menolak permintaan itu, berulang kali menuduh Garda Revolusi mendukung kelompok-kelompok kekerasan di sekitar Timur Tengah dan di tempat lain.

Pada bulan Maret, situs berita Washington Examiner melaporkan bahwa departemen kehakiman sedang menyelidiki plot Iran melawan Bolton dan bahwa kasus itu tertunda oleh negosiasi nuklir.

Halaman 2 dari 2
(mae/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads