Pemerintah Amerika Serikat (AS) menuduh China semakin meningkatkan 'provokasi' terhadap negara-negara lainnya yang terlibat sengketa di Laut China Selatan. AS mengingatkan bahwa 'perilaku agresif dan tidak bertanggung jawab' China itu berarti hanya masalah waktu sebelum terjadi insiden besar.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (27/7/2022), hal itu disampaikan oleh Deputi Wakil Menteri untuk Asia Timur Departemen Luar Negeri AS, Jung Pak, saat berbicara dalam forum think tank AS.
Dia mengatakan bahwa ada 'tren yang jelas dan meningkat untuk provokasi RRC (Republik Rakyat China-red) terhadap para pengklaim Laut China Selatan dan negara-negara lainnya yang beroperasi secara sah di kawasan tersebut'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jung Pak mengatakan kepada Pusat Studi Strategis dan Internasional bahwa pesawat-pesawat militer China semakin terlibat dalam pencegatan tidak aman terhadap pesawat Australia di wilayah udara internasional di atas perairan Laut China Selatan, juga dalam tiga insiden terpisah dalam beberapa bulan terakhir, yang menantang aktivitas penelitian kelautan dan eksplorasi energi dalam zona ekonomi eksklusif Filipina.
Berbicara dalam forum yang sama, Wakil Menteri Pertahanan untuk Urusan Keamanan Indo-Pasifik, Ely Ratner, menyatakan ada 'puluhan' insiden dalam paruh pertama tahun ini yang melibatkan militer China di perairan Laut China Selatan -- peningkatan tajam dalam lima tahun terakhir.
"Beijing secara sistematis menguji batasan tekad kolektif kita," sebut Ratner.
"Dalam pandangan saya, perilaku agresif dan tidak bertanggung jawab ini merupakan salah satu ancaman paling signifikan terhadap perdamaian dan stabilitas di kawasan saat ini, termasuk di Laut China Selatan," tegasnya.
"Dan jika PLA (militer China-red) terus melanjutkan pola perilaku ini, itu hanyalah masalah waktu sebelum terjadi insiden atau kecelakaan besar di kawasan," ujar Ratner dalam pernyataannya.
Simak Video 'China Menentang Keras Kunjungan Pejabat AS ke Taiwan':
China diketahui mengklaim seluruh perairan Laut China Selatan. Jung Pak menyebut klaim itu 'ekspansif dan melanggar hukum'.
Dia juga menyebut 'aksi provokatif' China dalam menegaskan klaim semacam itu telah 'berkontribusi pada ketidakstabilan regional, merusak perekonomian negara-negara penuntut, merusak tatanan maritim yang sudah ada, mengancam hak dan kepentingan semua negara yang bergantung dan beroperasi di jalur perairan vital ini'.
Lebih lanjut, Jung Pak menyatakan AS yang memiliki 'hubungan yang sangat rumit dengan Beijing' tidak berupaya melawan semua hal yang dilakukan China di kawasan Asia Tenggara dan negara-negara berkembang lainnya.
"Kami ingin memastikan bahwa negara-negara, yang memiliki hubungan dengan Beijing, memiliki sarana dan kekuatan, dan kemampuan untuk membela otonomi mereka dan pengambilan keputusan yang berdaulat," tandasnya.