Perdana Menteri (PM) Ukraina Denys Shmygal menyebut biaya pembangunan kembali negaranya akibat invasi Rusia bisa mencapai US$ 750 miliar (Rp 11.236 triliun). Shmygal meminta agar para konglomerat Rusia juga membantu pembiayaan pembangunan kembali Ukraina.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (5/7/2022), hal itu disampaikan Shmygal saat berbicara dalam Konferensi Pemulihan Ukraina yang digelar di Lugano, Swiss, pada Senin (4/7) waktu setempat. Diungkapkan oleh Shmygal bahwa kerusakan langsung pada infrastruktur Ukraina akibat invasi Rusia telah melebihi US$ 100 miliar.
"Hari ini, kerugian infrastruktur langsung Ukraina mencapai lebih dari US$ 100 miliar. Siapa yang akan membiayai rencana pembaruan, yang sudah ditaksir mencapai US$ 750 miliar?" ucap Shmygal dalam konferensi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan bahwa rencana pemulihan Ukraina akan dilakukan dalam tiga tahap, dengan tahap pertama akan difokuskan pada perbaikan hal-hal yang penting bagi kehidupan sehari-hari warga, seperti pasokan air.
Disebutkan juga bahwa komponen 'pemulihan cepat' akan segera diluncurkan setelah pertempuran berakhir, yang nantinya akan mencakup pembangunan perumahan sementara, rumah sakit dan sekolah. Selanjutnya, pemulihan akan fokus pada transformasi Ukraina untuk jangka panjang.
Lebih lanjut, Shmygal menyatakan bahwa pemerintah Ukraina meyakini sumber pendanaan utama untuk upaya pembangunan kembali wilayahnya seharusnya diambil dari aset-aset yang disita dari para oligarki atau konglomerat Rusia.
"Kami meyakini bahwa sumber utama untuk pemulihan seharusnya berasal dari aset-aset yang disita Rusia dan para oligarki Rusia," cetusnya.
Dia memperkirakan bahwa aset-aset orang kaya Rusia yang kini dibekukan mencapai US$ 300 miliar hingga US$ 500 miliar.
"Otoritas Rusia yang melancarkan perang berdarah ini. Mereka menyebabkan kehancuran besar-besaran dan mereka harus bertanggung jawab atas itu," ucap Shmygal.
Rusia menyebut aksinya di Ukraina sebagai 'operasi militer khusus' yang bertujuan mendemiliterisasi negara tetangganya itu dan melindungi warga yang berbicara bahasa Rusia dari kelompok yang disebut sebagai 'nasionalis'.
Otoritas Ukraina dan negara-negara Barat menyebut hal itu sebagai dalih tak berdasar untuk agresi mencolok yang bertujuan merebut wilayah Kiev.