Pengadilan Mesir pada Selasa (28/6) menjatuhkan hukuman mati pada 10 militan yang dinyatakan bersalah atas tuduhan terkait teror.
Dilansir dari kantor berita AFP, Rabu (29/6/2022), kesepuluh orang itu yang didakwa "memimpin sebuah kelompok yang dikenal sebagai Brigade Helwan", dinyatakan bersalah melakukan aksi teror, termasuk menembaki sebuah kendaraan polisi. Demikian disampaikan sebuah sumber pengadilan kepada AFP.
Putusan yang masih bisa digugat banding itu, mendapat kecaman dari Amnesty International, yang menggambarkannya sebagai "penghinaan terhadap keadilan" yang dihasilkan dari "proses yang sangat tidak adil."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang-orang itu dihukum mati sehubungan dengan peristiwa yang terjadi antara Agustus 2013 dan Februari 2015 -- periode di mana terjadi lonjakan serangan, terutama yang menargetkan pasukan keamanan, menyusul penggulingan presiden Mohamed Morsi oleh militer Mesir.
Pengadilan juga menjatuhkan hukuman penjara kepada 205 orang lainnya dalam kasus yang sama, mulai dari 10 tahun penjara hingga penjara seumur hidup.
Sejak menjabat pada tahun 2014 - setahun setelah memimpin penggulingan Morsi - Presiden Abdel Fattah al-Sisi telah memimpin tindakan keras massal terhadap para Islamis dan pembangkang, dengan memenjarakan ribuan orang.
Pengadilan Mesir secara rutin menjatuhkan hukuman mati atau hukuman penjara yang lama setelah persidangan massal yang menuai kecaman dari PBB dan organisasi-organisasi hak asasi manusia.
Simak juga 'Uni Eropa Teken Kerjasama Suplai Gas dengan Israel dan Mesir':
"Ini adalah persidangan massal lebih dari 200 orang," kata Amna Guellali dari Amnesty International dalam sebuah pernyataan pada Selasa (28/6) waktu setempat.
Dia menuduh kasus itu "dirusak oleh penghilangan paksa dan penyiksaan", para tahanan ditahan dalam "kondisi kejam dan tidak manusiawi" dan "pelanggaran persidangan yang mencolok".
"Pihak berwenang harus membatalkan putusan dan memerintahkan pembebasan tahanan, yang sebagian besar telah ditahan selama lebih dari dua tahun dalam penahanan praperadilan yang bertentangan dengan hukum Mesir," ujar Guellali.
Menurut Amnesty International, Mesir melakukan jumlah eksekusi tertinggi ketiga yang diketahui di dunia tahun lalu, setelah China dan Iran.