Sedikitnya 120.000 warga Georgia turun ke jalan untuk menunjukkan dukungan bagi keanggotaan Uni Eropa. Aksi itu digelar setelah Komisi Eropa merekomendasikan untuk menangguhkan pencalonan Georgia sebagai anggota blok 27 negara Eropa itu.
Seperti dilansir AFP, Selasa (21/6/2022), para demonstran membanjiri jalanan utama ibu kota Tbilisi pada Senin (20/6) malam waktu setempat, sembari mengibarkan bendera Georgia, Ukraina dan Uni Eropa.
Dalam apa yang disebut sebagai unjuk rasa terbesar dalam beberapa dekade terakhir, sedikitnya 120.000 orang berpartisipasi dalam aksi bernama 'March for Europe' di Tbilisi ini. Angka itu merupakan perkiraan AFP yang didasarkan pada rekaman video yang diambil dari udara dengan drone.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak demonstran memegang poster bertuliskan 'Kami adalah Eropa' dengan lagu kebangsaan Uni Eropa, Ode to Joy, ditampilkan dalam aksi itu.
Unjuk rasa ini digelar oleh kelompok-kelompok pro-demokrasi terkemuka di Georgia dan didukung oleh semua partai oposisi di negara itu.
"Menunjukkan komitmen rakyat Georgia terhadap pilihan Eropa dan nilai-nilai Barat," sebut penyelenggara aksi tersebut dalam pernyataan via Facebook.
"Eropa adalah pilihan sejarah dan aspirasi rakyat Georgia, di mana semua generasi telah memberikan pengorbanan," imbuh pernyataan itu.
Simak juga 'Uni Eropa Teken Kerjasama Suplai Gas dengan Israel dan Mesir':
Salah satu penyelenggara aksi, Shota Digmelashvili yang merupakan aktivis HAM, membacakan manifesto yang isinya mengumumkan aksi lainnya akan digelar pada Jumat (24/6) mendatang dan peluncuran 'gerakan populer baru' yang akan menyertakan partai oposisi tapi didominasi oleh aktivis sipil.
"Kami akan merumuskan tuntutan kami untuk pemerintah dan jika pemerintah gagal memenuhinya, kekuatan perlawanan tanpa kekerasan akan menyapu semua pihak yang menggelincirkan Georgia dari jalur Eropanya," ucap Digmelashvili.
"Kemarahan rakyat akan diarahkan terhadap (pendiri partai berkuasa) oligarki Bidzina Ivanishvili," imbuhnya, merujuk pada penguasaha yang diyakini secara luas mempengaruhi pengambilan keputusan di Georgia meskipun tidak memiliki peran politik resmi.
Salah satu demonstran, Lili Nemadze (68) yang berprofesi sebagai pakar biologi menyatakan bahwa: "Menolak status kandidat (anggota) Uni Eropa untuk Georgia akan berarti kita ditinggalkan dalam lingkup pengaruh Rusia."
Dia menyebut Presiden Rusia Vladimir 'Putin akan menginterpretasikan ini sebagai lampu hijau untuk menginvasi Georgia lagi'.
Keinginan Georgia untuk bergabung Uni Eropa dan aliansi NATO -- diabadikan dalam konstitusi negara itu -- telah sejak lama membuat marah Kremlin dan ketegangan memuncak dalam invasi Rusia ke Georgia tahun 2008 lalu.
Pada Jumat (17/6) lalu, Komisi Eropa merekomendasikan agar Dewan Eropa memberikan status 'kandidat' kepada Ukraina dan Moldova, namun menyatakan akan 'kembali (pada akhir tahun 2022) dan menilai bagaimana Georgia memenuhi sejumlah syarat sebelum memberikan status kandidat'.
Komisi Eropa juga merekomendasikan pemberian 'perspektif Eropa' kepada Georgia. Hal itu disebut oleh Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen sebagai 'langkah ke depan yang besar' menuju keanggotaan Uni Eropa untuk Georgia.
"Pintunya terbuka lebar. Semakin cepat Anda berhasil, semakin cepat akan ada kemajuan," ujarnya.
Ketua Uni Eropa pada Senin (20/6) waktu setempat secara spesifik menetapkan bahwa Georgia perlu menerapkan lebih banyak reformasi sebelum bisa bergabung dengan blok negara Eropa tersebut.