Rusia diminta untuk tidak menutup Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di wilayahnya meskipun tengah dilanda krisis yang dipicu oleh perang di Ukraina. Rusia dan AS yang merupakan dua kekuatan nuklir terbesar di dunia dinilai harus terus berkomunikasi.
Seperti dilansir Reuters, Senin (6/6/2022), imbauan itu disampaikan oleh Duta Besar (Dubes) AS untuk Rusia, John J Sullivan, dalam wawancara dengan kantor berita Rusia, TASS News Agency. Sullivan ditunjuk menjadi Dubes AS untuk Rusia oleh Presiden Donald Trump saat masih aktif menjabat.
Presiden Vladimir Putin menyebut invasi ke Ukraina sebagai titik balik dalam sejarah Rusia, yakni pemberontakan melawan hegemoni AS, yang disebut Putin telah mempermalukan Rusia sejak runtuhnya Uni Soviet tahun 1991 silam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ukraina dan negara-negara Barat pendukungnya menyatakan sedang berjuang melawan upaya perampasan tanah bergaya kekaisaran yang sembrono, yang menewaskan ribuan orang, memaksa lebih dari 10 juta orang mengungsi, dan membuat sebagian besar wilayah Ukraina menjadi reruntuhan.
Dalam upaya yang jelas untuk mengirimkan pesan kepada Kremlin, Sullivan menegaskan bahwa Washington DC dan Moskow tidak seharusnya memutuskan hubungan diplomatik begitu saja.
"Kita harus menjaga kemampuan untuk berbicara satu sama lain," tutur Sullivan kepada TASS dalam sebuah wawancara. Dia memperingatkan terhadap tindakan menghapus karya Leo Tolstoy dari rak-rak buku Barat atau penolakan memainkan musik Pyotr Tchaikovsky.
Pernyataan Sullivan dilaporkan TASS dalam bahasa Rusia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Reuters.
Meski dilanda krisis, skandal mata-mata dan Perang Dingin, hubungan Washington DC dan Moskow belum pernah terputus sejak AS menjalin hubungan diplomatik dengan Uni Soviet tahun 1933 silam. Beberapa waktu terakhir, Rusia menyatakan hubungan pasca-Soviet dengan Barat telah berakhir dan sekarang beralih ke Timur.
![]() |
Lihat Video: Ancaman Putin Jika Barat Kirim Bantuan Senjata Berat ke Ukraina