Vanuatu sedang ketar-ketir terhadap dampak perubahan iklim. Mereka melihat ancaman berat dampak perubahan iklim hingga menyatakan status darurat iklim.
"Bumi sudah terlalu panas dan tidak aman," kata Perdana Menteri (PM) Vanuatu, Bob Loughman, dilansir dari kantor berita AFP, Sabtu (28/5/2022).
"Kita dalam bahaya sekarang, bukan hanya di masa depan," imbuhnya.
Dia mengungkap perubahan iklim berdampak parah pada kenaikan permukaan air laut dan cuaca buruk.
Negara pulau dataran rendah di Pasifik itu bahkan menghabiskan US$ 1,2 miliar untuk meredam dampak perubahan iklim di negaranya.
![]() |
Hal itu disampaikan Loughman saat berbicara kepada parlemen Vanuatu di Port Vila pada hari Jumat (27/5) waktu setempat. Dia juga menyoroti dua topan tropis yang menghancurkan dan kekeringan yang melanda dalam dekade terakhir.
Parlemen Vanuatu mendukung mosi tersebut dengan suara bulat. Langkah ini mengikuti deklarasi serupa oleh puluhan negara lain, termasuk Inggris, Kanada, dan tetangga Pasifik Selatan, Fiji.
"Tanggung jawab Vanuatu adalah mendorong negara-negara yang bertanggung jawab untuk menyesuaikan tindakan dengan ukuran dan urgensi krisis," kata Loughman.
Dia menilai penanganan perubahan iklim sudah tak bisa dilakukan dengan cara biasa.
"Penggunaan istilah darurat adalah cara untuk menandakan perlunya melampaui reformasi seperti biasa," tuturnya.
Pengumuman tersebut merupakan bagian dari "dorongan diplomasi iklim" menjelang voting PBB atas permohonan pemerintahnya agar Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) bergerak untuk melindungi negara-negara yang rentan dari perubahan iklim.
Simak konsep Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim di halaman selanjutnya.