Tayangan program dokumenter investigasi Kanada, Fifth Estate, menyoroti ekspor ilegal sampah-sampah rumah tangga yang tidak disortir oleh sejumlah perusahaan daur ulang Kanada ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Praktik semacam ini sampai mendorong aktivis lingkungan cilik Indonesia, Nina Azzahra, untuk mengirimkan surat kepada Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau untuk memintanya menghentikan pengiriman sampah ilegal ke Indonesia.
Pemerintah Kanada sendiri juga menuai kritikan karena enggan membuka nama-nama perusahaan yang kedapatan melanggar undang-undang lingkungan dan hukum internasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dilansir CBC, Jumat (22/4/2022), hasil penyelidikan Fifth Estate yang tayang di televisi terkemuka Kanada, CBC, bersama Enquete mendapati sedikitnya 123 kontainer telah dikembalikan ke Kanada dalam lima tahun terakhir, setelah otoritas negara lain menemukan banyak pelanggaran aturan ekspor limbah internasional yang dimaksudkan untuk menghentikan negara-negara Barat membuang sampah mereka ke negara-negara berkembang.
Para aktivis muda dan pemerintah berbagai negara telah mendorong larangan ekspor limbah negara Barat ke negara berkembang. Salah satunya Nina yang masih berusia 14 tahun dan memiliki banyak follower di media sosial setelah upayanya meyakinkan negara-negara Barat untuk berhenti mengirim sampah ke Indonesia.
Perwakilan dari beberapa negara, termasuk Jerman, Australia, dan Belanda, telah bertemu dengan Nina dan berjanji untuk mengubah kebijakan ekspor mereka.
Sejak tahun 2020, Nina yang fasih berbahasa Inggris ini telah mengirimkan dua surat kepada PM Trudeau.
"Perdana Menteri yang terhormat, mengapa Anda mengirim sampah Anda ke negara kami? Anda seharusnya mengurus sampah Anda sendiri di negara Anda sendiri," demikian bunyi penggalan surat Nina untuk PM Trudeau yang dibacakannya dalam tayangan dokumenter Fifth Estate.
Kantor PM Trudeau telah merespons surat Nina pada Januari lalu, atau nyaris dua tahun setelah surat pertamanya dikirim. Dalam jawabannya, kantor PM Trudeau menyatakan surat Nina telah diteruskan kepada Menteri Lingkungan Kanada, yang kini dipegang Steven Guilbeault.
Namun belum ada jawaban lebih lanjut dari kantor Guibeault.
"Mereka tahu daur ulang itu sulit, itu sulit dan mahal. Mungkin mereka masih belum mau keluar dari Indonesia. Mereka masih menginginkan Indonesia menjadi tempat pembuangan sampah mereka," ucap Nina dalam wawancara dengan Fifth Estate.
"Saya benar-benar ingin Anda berhenti -- berhenti mengekspor sampah plastik ke Indonesia. Berhentilah," imbuhnya.
Pemerintah Kanada diketahui menjatuhkan hukuman berupa sanksi dan teguran terhadap perusahaan yang kedapatan mengekspor sampah ilegal ke negara lain.
Kementerian Lingkungan Kanada menuturkan kepada Fifth Estate dan Enquete bahwa dalam lima tahun terakhir, pihaknya menerbitkan sembilan surat teguran terhadap perusahaan-perusahaan yang terlibat pengiriman sampah ilegal. Pada periode itu, ada juga enam denda yang dijatuhkan dengan total kurang dari CAN$ 9.000 terhadap empat perusahaan dan dua individu.
Namun kepada Fifth Estate, Guilbeault menyatakan pihaknya tidak bisa merilis nama-nama perusahaan yang melanggar aturan ekspor itu ke publik. Dia menegaskan bahwa nama-nama perusahaan hanya bisa diungkap ketika perusahaan atau pejabat eksekutifnya didakwa di bawah Undang-undang Perlindungan Lingkungan Kanada.
Padahal diketahui menurut regulasi Kanada, otoritas lingkungan bisa menghindari penjatuhan dakwaan jika mereka memutuskan denda atau teguran sudah 'cukup dan pantas'.
Sikap pemerintah Kanada ini memicu kritikan dari para aktivis setempat. Salah satunya Sadie dan Willa Vipond di Calgary yang merasa mereka selama ini ditipu oleh pemerintah.
"Saya merasa dibohongi, secara pribadi. Jadi mengapa mereka menunjukkan kepada kita video-video di sekolah soal apa yang seharusnya terjadi setelah Anda mendaur ulang sesuatu, dan itu hanya mitos?" tanya Willa yang berusia 14 tahun.